Gempa Sagaing di Myanmar, Apakah Bisa Memicu Gempa Pada Patahan Sumatra?

Terjadinya gempa bumi di Sagaing, Burma pada 25 Maret tahun 2025 mendapatkan perhatian penuh para ahli geologi. Pemahaman aktivitas seismik di wilayah ini membutuhkan analisis menyeluruh dari berbagai faktor, termasuk karakteristik geologi, penumpukan energi, dan pola historis seismisitas. Sebagai salah satu unit di Badan Geologi Kementerian ESDM, Pusat Survei Geologi (PSG) memiliki salah satu fungsi dalam pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas penyelidikan, pelayanan, dan perekayasaan di bidang survei dan pemetaan geologi, geosains, dan sumber daya minyak dan gas bumi. Dengan ketersediaan tenaga ahli di bidang geologi struktur dan kebencanaan, PSG membahas gempa bumi di Sagaing tersebut.

Survei Geologi Amerika Serikat (United States Geological Survey, USGS) merilis bahwa gempa Sagaing bermagnitudo 7,7 pada kedalaman 10 kilometer. Episentrum gempa berada di dekat Mandalay, kota terbesar kedua di negara tersebut (Gambar 1).  Kejadian ini merupakan merupakan gempa bumi dengan guncangan terkuat sejak tahun 1912. Gempa bumi Sagaing telah mengakibatkan sedikitnya 5.360 korban jiwa.

Interaksi antara Patahan Sagaing di Burma dan Zona Patahan Sumatera di Indonesia adalah topik yang relevan dalam seismologi, khususnya mengenai potensi aktivitas seismik pada satu sesar untuk mempengaruhi patahan lainnya. Temuan terbaru menyoroti bagaimana perubahan stres dalam satu sistem sesar memang dapat mempengaruhi sesar tetangga karena hubungan tektonik mereka. Namun temuan ini masih perlu dikonfirmasi dengan data yang lebih banyak. Perlu diidentifikasi lebih lanjut hubungan antar sesarnya. Hal ini menjadi penting karena lingkungan tektonik yang berbeda juga sangat mempengaruhi hubungan antar sesar.

Patahan Sagaing dan Patahan Sumatera adalah sistem patahan yang signifikan panjangnya (Xiong et al., 2017). Patahan Sangaing melajur sepanjang 1.600 km, sedangkan Patahan Sumatra sepanjang 1.900 km. Hubungan di antara keduanya dapat dipahami melalui berbagai mekanisme transfer tegangan yang disebabkan oleh peristiwa seismik besar. Cattin et al., (2009) membahas bagaimana perubahan tegangan di sepanjang garis patahan dapat meningkatkan kemungkinan aktivitas seismik pada patahan yang berdekatan. Hingga saat ini belum ada literatur yang menyatakan secara eksplisit bahwa aktifitas kegempaan di Sesar Sagaing dapat memicu aktifitas kegempaan di Patahan Sumatra.

Patahan Sagaing adalah patahan menganan dan merupakan patahan aktif yang merupakan sumber aktivitas seismik yang signifikan (Panda et al., 2018; Xiong et al., 2017). Gempa bumi di sepanjang patahan ini menunjukkan interaksi dan efek pemicu dalam sistem patahan itu sendiri (Xiong et al., 2017).

Sistem Patahan Sumatera sangat aktif secara seismik. Patahan ini terletak pada interaksi tektonik yang kompleks seperti subduksi Lempeng Samudra India ke bawah Lempeng Eurasia (Asmaniar et al., 2019). Wilayah ini mengalami aktifitas seismisitas yang signifikan, misalnya gempa bumi Sumatera-Andaman 2004 yang menyebabkan perubahan tegasan dan memicu peristiwa seismik berikutnya (Cattin et al., 2009).

Gempa bumi dapat memicu gempa bumi lain pada sistem patahan yang sama melalui transfer tegasan. Konsep transfer tegangan Coulomb digunakan untuk menjelaskan perubahan tegangan dari satu gempa bumi dapat mempengaruhi kemungkinan gempa bumi berikutnya pada sistem patahan yang sama. Misalnya, gempa bumi Sumatera 2004 secara signifikan mengubah medan tegasan di wilayah tersebut dan berpotensi mempengaruhi aktivitas seismik di sepanjang patahan terdekat (Qiu et al., 2022).

Patahan Sagaing dan Patahan Sumatera memang memiliki kemiripan seperti terangkum dalam Tabel 1. Namun demikian, kedua patahan ini berada pada lingkungan tektonik yang berbeda. Patahan Sagaing terutama dipengaruhi oleh interaksi antara lempeng India-Sunda, sedangkan Patahan Sumatera dipengaruhi oleh subduksi Lempeng India ke bawah Lempeng Eurasia (Cattin et al., 2009; Panda et al., 2018). Perbedaan jarak dan perbedaan lingkungan tektonik antara kedua sesar ini menunjukkan bahwa pemicu langsung dari Patahan Sagaing kepada Patahan Sumatera sangat kecil kemungkinannya.

Hingga saat ini tidak ditemukan bukti langsung tentang kemungkinan gempa bumi di Patahan Sagaing dapat memicu pengaktifan Patahan Sumatera. Pemodelan dan analisis terperinci diperlukan untuk mendalami interaksi spesifik dan potensi pemicu antara kedua patahan tersebut.

 

 

Referensi

Asmaniar, Affandi, A. K., Sailah, S., Ardiansyah, S., & Wafiazizi, M. (2019). An analysis of Coulomb stress change and triggering interaction toward seismic activities in the area West Sumatera within January 2000-June 2018. Journal of Physics: Conference Series, 1282(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1282/1/012036

Cattin, R., Chamot‐Rooke, N., Pubellier, M., Rabaute, A., Delescluse, M., Vigny, C., Fleitout, L., & Dubernet, P. (2009). Stress change and effective friction coefficient along the Sumatra‐Andaman‐Sagaing fault system after the 26 December 2004 (M w = 9.2) and the 28 March 2005 (M w = 8.7) earthquakes. Geochemistry, Geophysics, Geosystems, 10(3), 2008GC002167. https://doi.org/10.1029/2008GC002167

Panda, D., Kundu, B., Gahalaut, V. K., & Rangin, C. (2018). Crustal deformation, spatial distribution of earthquakes and along strike segmentation of the Sagaing Fault, Myanmar. Journal of Asian Earth Sciences, 166, 89–94. https://doi.org/10.1016/j.jseaes.2018.07.029

Qiu, Y., Mason, H. B., Hazout, L., El-Abidine Zitouni, Z., Belkhatir, M., Schanz, T., Kim, J., Athanasopoulos-Zekkos, A., Zekkos, D., Ertosun Karabulut, Z., Zeybek, A., İkizler, S. B., Manoppo, F. J., Warouw, A. G. D., Talumepa, J. R., Manoppo, C. J., Paul, A., Ghosh, S., Majumder, P., … Castelli, F. (2022). Liquefiable Interlayer Effects in a Liquefaction-Susceptible Site. Geotechnical and Geological Engineering, 12(1), 151–158. https://doi.org/10.1061/JGGEFK.GTENG-12282

Xiong, X., Shan, B., Zhou, Y. M., Wei, S. J., Li, Y. D., Wang, R. J., & Zheng, Y. (2017). Coulomb stress transfer and accumulation on the Sagaing Fault, Myanmar, over the past 110 years and its implications for seismic hazard. Geophysical Research Letters, 44(10), 4781–4789. https://doi.org/10.1002/2017GL072770

 

Penulis            : Joko Wahyudiono

Penyunting     : Tim Scientific Board – PSG


Ikuti Berita Kami