Penulis: Fitriani Agustin, S.T., M.Sc.
Sobat geologi, pernahkah mendengar istilah logam tanah jarang ? Logam tanah jarang atau dalam istilah bahasa inggris disebut “rare earth element” merupakan sekelompok logam yang memiliki sifat-sifat khas dan esensial dalam berbagai aplikasi teknologi modern.
Istilah “jarang” pada kelompok logam ini merujuk pada kelangkaannya di alam, dengan keterdapatan yang sangat terbatas. Meskipun jumlahnya terbatas, permintaan akan logam ini terus meningkat, khususnya untuk kebutuhan berbagai industri hilir. Sehingga, nilai strategis logam tanah jarang ini sangatlah tinggi.
Nah, sobat geologi, artikel ini bertujuan untuk mengenalkan salah satu koleksi yang ada di Museum Geologi yaitu berupa logam tanah jarang (LTJ). Akan dibahas juga mengenai bagaimana karakteristik fisik dan kimianya, proses geologi seperti keterdapatannya dalam batuan dan bagaimana proses pembentukan logam tanah jarang, seberapa besar potensi dan cadangannya di Indonesia, bagaimana cara mengeksplorasi dan mengekstraknya, serta pemanfaatannya baik sekarang maupun di masa depan yang berkelanjutan. Kebijakan pemerintah dalam mengelola potensi mineral tanah jarang dalam konteks hilirisasi mineral juga akan dibahas dalam arikel ini. Dan tidak lupa, beberapa koleksi mineral yang mengandung LTJ di Museum Geologi.
1. Karakteristik fisik, kimia, geologi, potensi dan cadangan logam tanah jarang di Indonesia dan Dunia
Unsur logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) adalah kelompok unsur logam transisi yang dalam tabel periodik termasuk ke dalam 15 unsur di dalam deret lanthanida yaitu lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), dan lutetium (Lu) dan ditambah dengan scandium dan yttrium yang totalnya berjumlah 17 unsur. Studi geologi unsur logam tanah jarang sangat penting dilakukan untuk mengetahui asosiasi batuan yang mengandung unsur-unsur tersebut, sebaran potensinya dan pada kondisi geologi seperti apa yang memungkinkan unsur logam tanah jarang berada. Sehingga, setelah diketahui potensi akan diketahui sumberdaya, dan bagaimana cara mengeksplorasi dan mengekstrasinya dengan metode penambangan yang tepat.
Secara umum, LTJ dapat dijumpai pada berbagai jenis deposit antara lain pada batuan beku perAlkalin, deposit iron-oxide-copper-gold, intrusi batuan beku pegmatit, batuan metamorf dan endapan sekunder berupa endapan aluvial bersifat lateritik.
Endapan logam tanah jarang terdiri atas endapan primer dan endapan sekunder. Endapan primer berkaitan erat dengan proses magmatik dan hidrotermal, sedangkan endapan sekunder berhubungan dengan aktifitas pelapukan dan endapan sedimentasi yang terbentuk pada berbagai lingkungan seperti sungai, pantai, kipas aluvial dan delta. Lapukan batuan-batuan primer mengandung LTJ akan tererosi dan membentuk endapan plaser mengandung mineral monasit dan xenotim yang terkonsentrasi bersama mineral-mineral berat lainnya, seperti rutil, zirkon dan ilmenit (Gambar 1). LTJ juga dapat terkonsentrasi pada endapan residual yang bersifat lateritik, seperti nikel laterit, bauksit dan timah plaser.
Gambar 1. Butiran mineral Monasit (M), Zirkon (Z) dan Xenotim (X) (sumber:Potensi LTJ di Indonesia, Badan Geologi 2019)
Keterdapatan LTJ pada endapan plaser (sekunder) tersebar di Australia, Asia Selatan, Afrika bagian selatan, Amerika Latin. Sedangkan endapan primer LTJ yang berasosiasi dengan batuan karbonatite terdapat di Tiongkok, Amerika Serikat dan Finlandia (Gambar 2).
Gambar 2. Potensi sumberdaya LTJ di Indonesia dan Dunia (dalam Juta Ton) (sumber:Potensi LTJ di Indonesia, Badan Geologi 2019)
Di Indonesia, LTJ dijumpai pada endapan sekunder yang berasosiasi dengan timah plaser utamanya terkonsentrasi di wilayah Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan sebagian Kalimantan Barat.
2. Bagaimana cara mengeksplorasi dan memproses LTJ serta pemanfaatannya untuk energi hijau
Di alam, LTJ terbentuk pada kondisi geologi tertentu dan keterdapatannya pada batuan umumnya berasosiasi dengan komoditi mineral lainnya seperti nikel laterit, bauksit, timah, maupun uranium. Namun, pemisahan LTJ dengan mineral lainnya masih terkendala. Sehingga potensinya masih belum banyak termanfaatkan, karena diperlukan teknologi proses ekstraksi untuk memisahkan logam tanah jarang dengan mineral utamanya. Eksplorasi logam LTJ di Indonesia masih dalam tahap eksplorasi pendahuluan. Tahapan eksplorasi berupa survei tinjau (reconnaissance), prospekting dan eksplorasi umum (general exploration) berupa pemetaan geologi detail, dan eksplorasi rinci (detail exploration). Sampel batuan mengandung unsur LTJ akan dianalisis, yang terdiri atas analisis fisika, kimia, petrografi, mineragrafi, mineralogi butir, inklusi fluida, X-Ray Diffraction (XRD), SEM (Scanning Electron Microscope) dan RAMAN.
Ekstraksi atau pemurnian LTJ dapat dilakukan melalui proses kimia seperti proses digesti asam (acid digestion) dan digesti basa (alkali digestion), yang memisahkan mineral monasit menjadi LTJ dan residunya. Sedangkan proses pemurniannya bisa melalui beberapa proses diantaranya melalui ekstraksi pelarut, adsorpsi dengan resin penukar ion, oksidasi selektif, selective reduction dan fractional crystalization.
Pemanfaatan unsur LTJ untuk industri hijau yang ramah lingkungan adalah salah satu wujud komitmen Indonesia dalam mendukung program Net Zero Emission (NZE) pada 2060 karena bisa meredukasi emisi karbon sehingga konsumsi energi bisa lebih hemat dan efisien. LTJ dapat menghantarkan listrik dengan baik dan memiliki sifat magnet yang kuat, sehingga cocok digunakan sebagai salah satu bahan dasar dalam pembuatan baterai listrik, windmill, solar cell, peralatan elektronik, pelapis kapal - kapal tempur serta industri transportasi yang menggunakan baterai listrik (eV). LTJ juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan semikonduktor yang baik, serta pelapis kilang minyak karena sifat ketahanannya terhadap korosi.
Akan tetapi, pengelolaan aspek lingkungan terkait penggunaan LTJ ini perlu diperhatikan karena mineral LTJ seperti monasit mengandung thorium yang bersifat radiokatif. Meskipun kandungan radiokatifnya rendah, namun mineral ini bisa berubah ke unsur radium yang konsentrasi radiokatifnya lebih tinggi selama proses pengolahan. Sehingga dalam pemanfaatan LTJ, dianjurkan dikelolah dengan bijak.
3. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengelola logam tanah jarang dalam konteks hilirisasi mineral
Di Indonesia, LTJ dikategorikan sebagai mineral kritis, karena keberadaanya yang terbatas dan bernilai ekonomis. Oleh karenanya, dalam pengembangan dan pengelolaan potensi LTJ yang ramah lingkungan, diperlukan instrumen kebijakan yang menyeluruh dari mulai hulu hingga ke hilir yang mengatur pengelolaan logam tanah jarang di Indonesia. Terbitnya Undang Undang (UU) Republik Indonesia no.2 Tahun 2025 yang merupakan perubahan atas UU Minerba sebelumnya merupakan bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah perekonomian nasional melalui hilirisasi pertambangan mineral dan batubara.
Hilirisasi ini meliputi penguatan dalam hal penyelidikan dan penelitian dalam tahapan eksplorasi mineral dan batubara serta keterlibatan dari berbagai pihak baik itu BUMN, BUMD, Lembaga Riset Negara maupun Daerah, Badan Usaha Swasta, serta Perguruan Tinggi untuk mengakselerasi peningkatan ekonomi nasional di sektor mineral dan batubara. Tentunya kebijakan ini berlaku juga pada sektor pengelolaan mineral tanah jarang.
4. Koleksi mineral logam tanah jarang di Museum Geologi
Unsur tanah jarang keberadaannya di alam tidak bisa berdiri sendiri, mereka terbentuk bersama dengan mineral lainnya. Mineral yang mengandung unsur logam tanah jarang diantaranya adalah monasit (monazite), xenotim dan zirkon, dan apatit yang terdapat pada batuan granitik (Gambar 3). Ketiga mineral tersebut dapat ditemukan sebagai mineral ikut pada komoditi tambang seperti timah, emas, bauksit, dan nikel laterit.
Museum geologi memiliki koleksi mineral monasit, zirkon dan xenotim serta komoditas tambang lainnya terutama pada ruang pamer Geologi Indonesia dan ruang pamer Sumber Daya Geologi, yang keduanya berada di Lantai 1 dan Lantai 2 sayap barat Gedung Museum Geologi.
Sobat geologi, ingin melihat koleksi unsur tanah jarang ini lebih dekat? Yuk, berkunjung ke Museum Geologi, dan nikmati keseruannya belajar tentang mineral - mineral berharga ini. Ditunggu ya, Sobat Museum Geologi.
Gambar 3. Kolekasi logam tanah jarang (LTJ) pada mineral Monasit (kiri), Zirkon (tengah) dan Xenotim (kanan) di Museum Geologi
#disarikan dari beberapa sumber