Bersama ini kami sampaikan laporan hasil pemeriksaan bencana gerakan tanah di wilayah Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat berdasarkan surat permintaan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut nomor BC.03.03/2509/BPBD tanggal 3 Oktober 2022 tentang Permohonan Kajian Tanah Terdampak Bencana. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, berikut disampaikan:
1. Lokasi Bencana dan Waktu Kejadian
Bencana gerakan tanah terjadi di Kp. Cipicung, Desa Jayabakti, Kec. Banjarwangi, Kab. Garut, Jawa Barat. Secara geografis Iokasi ini berada pada koordinat 107? 52' 06.6" BT dan 7? 27' 24.1" LS. Gerakan tanah juga terjadi pada beberapa titik badan jalan desa:
Berdasarkan informasi dari perangkat desa setempat, di daerah tersebut sebelumnya pernah terjadi pergerakan tanah berupa retakan pada tahun 2020 dan kembali terjadi pergerakan tanah berupa nendatan pada tanggal 22 Oktober 2022 pukul 23.00 WIB setelah terjadinya hujan dengan intensitas tinggi dan waktu yang lama.
2. Kondisi Daerah Bencana
Secara umum, morfologi di lokasi bencana merupakan perbukitan bergelombang curam sampai terjal dengan relief sedang hingga tinggi. Lokasi gerakan tanah terjadi pada lereng dengan kemiringan 20? - 48?, di bagian lembah mengatir Sungai Cipicung. Elevasi daerah bencana antara 798 -- 827 m dpl.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa (Alzwar, dkk., PSG, 1992) secara regional lokasi ini berada pada daerah yang disusun oteh Breksi Tufaan (Tmv), terdiri dari breksi, tuf dan batupasir.
Berdasarkan pengamatan lapangan, batuan penyusun di daerah bencana dijumpaittersingkap berupa breksi. Tanah pelapukan berupa pelapukan batupasir tufaan berwarna coklat tua.
Menurut keterangan penduduk sumber air utama didapat dari mata air yang terdapat di sebelah barat daerah bencana dengan jarak lebih kurang 600 meter. Sementara sumur bor tidak ditemukan pada daerah bencana.
Tata guna lahan pada lereng bagian atas berupa, pepohonan. Pada saat pemeriksaan pada lereng bagian atas terdapat beberapa titik longsoran tanah. Pada iereng bagian tengah berupa kebun campuran, sawah, pemukiman dan jalan desa. dan bagian bawah mengalir sungai Cipicung.
Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat bulan Oktober 2022 (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), lokasi bencana termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah tinggi, artinya daerah tersebut mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
3. Situasi dan Dampak Gerakan Tanah
Gerakan tanah berupa nendatan yang merupakan jenis gerakan tanah tipe lambat. Tanah turun kurang lebih 1.5 meter, dengan lebar mahkota longsoran 28 meter dan panjang landaan longsoran 65 meter. Pada saat pemeriksaan terdapat beberapa longsoran tanah yang terjadi di dekat lokasi nendatan. Longsoran A pada tabel mempunyai arah longsoran N 165? E, dengan lebar mahkota longsoran 38 meter dan panjang landaan 25 meter.
Dampak dari gerakan tanah berdasarkan assesment BPBD Kab. Garut pada saat pemeriksaan menyebabkan:
- 5 unit rumah rusak berat
- 1 posyandu terancam
- 9 unit rumah terancam
- Badan jalan tertutup material longsoran
Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan masih terdapatnya potensi gerakan tanah susulan, mengingat longsoran membentuk kemiringan lereng yang terjal dan curah hujan yang diperkirakan masih tinggi.
4. Faktor penyebab gerakan tanah:
Secara umum, faktor penyebab gerakan tanah di Kp. Cipicung, Desa Jayabakti tersebut adalah:
? Kondisi geologi berupa tanah pelapukan yang tebal dan permeabel sedangkan bagian bawahnya berupa breksi yang tidak permeable sehingga ketika hujan terus menerus bisa sebagai bidang gelincir;
? Kemiringan lereng dibagian mahkota longsor yang terjal;
- Terdapat lahan basah (sawah) di bagian kaki lereng yang menyebabkan penjenuhan dan pembebanan yang akan memicu gerakan tanah lebih intensif;
- Minimnya struktur perkuatan lereng atau tanaman kuat berakar dalam pada lereng;
- Curah hujan dengan intensitas tinggi dan lama yang turun sebelum gerakan tanah terjadi semakin memicu terjadinya gerakan tanah.
5. Mekanisme Terjadinya Gerakan Tanah:
Gerakan tanah pada lokasi bencana dipicu oleh curah hujan yang tinggi dan adanya akumulasi air permukaan yang mengalir pada saluran yang tidak kedap, air tidak mampu terevakuasi dengan cepat sehingga membuat material lereng jenuh air dan menurunkan kuat gesernya. Kemiringan lereng yang curam, sifat tanah yang mudah luruh, membuat tanah cepat jenuh dan tidak stabil. Terdapat beberapa lahan basah (sawah) di bagian kaki lereng/lembah yang menyebabkan penjenuhan dan pembebanan yang akan memicu gerakan tanah lebih intensif. Sehingga, ketika dipicu hujan deras dan lama terjadilah longsor.
6. Rekomendasi Teknis
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, daerah tersebut masih berpotensi terjadi gerakan tanah, sehingga direkomendasikan sebagai berikut:
- Masyarakat yang berada disekitar lokasi bencana agar selalu meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat dan setelah hujan deras yang berlangsung lama karena masih berpotensi terjadinya gerakan tanah susulan;
- 5 (lima) unit rumah yang rusak berat sebaiknya di relokasi ke tempat yang lebih aman;
- Melandaikan lereng, bisa juga dengan membuat terasering;
- Daerah 10 meter dari bibir longsor dibuat zona sempadan (Peta Situasi) sebagai zona batas dari gerakan tanah. Tidak mendirikan bangunan pada jarak yang terlalu dekat dengan tebing (mendirikan bangunan minimal dari tebing adalah 2 kali tinggi tebing);
- Membuat dinding penahan tebing (DPT) atau perkuatan lereng pada tebing sesuai dengan kaidah geologi teknik. Dinding penahan disarankan menembus batuan dasar/keras dan dilengkapi dengan lubang air dan parit atau selokan kedap air untuk aliran air permukaan;
- Untuk kedepan, agar area bekas Iongsor dan area pemukiman yang akan direlokasi dialihfungsikan menjadi area hijau dengan penanaman vegetasi berakar kuat untuk menghindari longsor di tempat yang sama;
- Untuk memperiambat/menghindari peresapan/penjenuhan air ke tanah dan mengantisipasi terjadinya perkembangan gerakan tanah agar dilakukan:
- Penutupan retakan dan dipadatkan;
- Pengendalian air permukaan (surface drainage) dengan cara mengatur saluran permukaan, pengendalian air rembesan (ground water drainage) serta pengaliran parit pencegat;
- Penataan drainase (air permukaan maupun limbah rumah tangga) dengan saluran yang kedap air atau pemipaan dan dialirkan langsung ke arah sungai atau alur air terdekat;
- Tidak membuat kolam, tampungan air atau Iahan basah (sawah) di bagian atas dan kaki lereng untuk menghindari penjenuhan dan pembebanan;
- Pemeliharaan dan penanaman tanaman keras berakar kuat, cepat tumbuh dan dalam yang dapat berfungsi menahan lereng;
- Peningkatan kewaspadaan saat dan sesudah terjadinya hujan dan dilakukan pemantauan intensitas curah hujan, pemantauan retakan, dan pemantauan kondisi di lereng bagian atas sampai bawah;
- Pembuatan rambu-rambu peringatan rawan longsor untuk menambah kewaspadaan masyarakat khususnya pada lokasi lokasi longsor di pemukiman dan jalur jalan.
- Jika terjadi perkembangan retakan yang semakin lebar dan tanda-tanda awal gerakan tanah agar dilaporkan ke pihak berwenang dan segera mengungsi ke tempat yang aman dari ancaman gerakan tanah melalui alur evakuasi di area pergerakan tanah.
- Lokasi ini masih berpotensi untuk terjadi gerakan tanah susulan, sehingga perlu untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah.