Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL - Badan Geologi) mengadakan FGD yang dipimpin oleh Dr. Siti Sumilah Rita Susilawati S.T., M.Sc. selaku Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan dengan tema "Daerah Imbuhan Air Tanah: Permasalahan dan Tantangan" Acara ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 31 Agustus 2022 bertempat di Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Acara ini dihadiri oleh beberapa narasumber dan penanggap yang merupakan stakeholder terkait diantaranya: Dr. Ir. Agus Rudyanto (Direktur Air Tanah dan Air Baku, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR); Dr. Ir. Sujarwanto (Ketua Asosiasi Dinas Pengelola ESDM Provinsi Indonesia/Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah); Ai Saadiyah Dwidaningsih, S.T., M.T. (Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat_; Dr. Heru Hendrayana (Ahli Air Tanah - Universitas Gadjah Mada); Irwan Iskandar, Ph.D (Ahli Air Tanah - Institut Teknologi Bandung); Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan - ASPADIN
Dalam penjelasan Undang-undang no. 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air diamanatkan upaya pelindungan dan pelestarian sumber air tanah yang salah satunya dilakukan dengan menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan air tanah.
Upaya menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan air tanah ini dalam Peraturan Pemerintah no. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah (Pasal 40) diatur secara ketat dengan cara:
1. Mempertahankan kemampuan imbuhan air tanah,
2. Melarang kegiatan pengeboran, penggalian, atau kegiatan lain dalam radius 200 m dari pemunculan mata air,
3. Membatasi penggunaan air tanah, kecuali untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
Terdapat perdebatan terkait dengan pengaturan penggunaan air tanah yang sangat ketat di daerah imbuhan, mengingat pada satu sisi daerah imbuhan air tanah potensial untuk dapat dibudidayakan air tanahnya, misal untuk kegiatan usaha. Namun pada sisi yang lain pembukaan kegiatan usaha di daerah imbuhan air tanah akan menyebabkan pembukaan lahan yang akan mengurangi fungsi imbuhan air tanah.
Pengaturan penggunaan air tanah yang sangat ketat di daerah imbuhan air tanah, menuntut identifikasi batas daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah secara detail. Mengingat batas imbuhan dan daerah lepasan air tanah ini akan menentukan apakah suatu area dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi atau tidak. Tantangan ini semakin nyata akhir-akhir ini terjadi di Pulau Jawa, dimana pengembangan industri mulai masuk ke daerah hulu, pada area yang dapat diperdebatkan apakah masuk daerah imbuhan atau daerah lepasan air tanah.
Delineasi batas daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM no. 31 tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Zona Konservasi Air Tanah, yaitu dengan menggunakan data hidrogeologi sebagai berikut:
1. Tekuk lereng;
2. Pola aliran sungai;
3. Kemunculan mata air;
4. Kedudukan muka air tanah; dan
5. Hidrokimia dan isotop
Penerapan data hidrogeologi tersebut untuk penentuan batas daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah menghasilkan batas yang masih relatif umum, yang menjadi masalah pada saat dituntut penarikan garis batas yang detail sampai pada skala ketelitian meter.
Sehubungan dengan isu-isu tersebut PATGTL mengadakan FGD sebagai media diskusi agar dapat memberi gambaran kebijakan pengelolaan air tanah di daerah imbuhan air serta bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam kebijakan pengelolaan daerah imbuhan air tanah, memperoleh rancangan kebijakan penggunaan air tanah di daerah imbuhan air tanah yang sangat ketat, mengetahui metode identifikasi batas daerah imbuhan-daerah lepasan air tanah dan Metode penilaian kondisi daerah imbuhan air tanah.
Pelaksanaan FGD dilaksanakan secara hybrid (offline dan online) yang tayangan ulangnya dapat disaksikan kembali melalui kanal youtube Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan.
Penulis :
- Denni Filanto (Penyelidik Bumi Pertama)
- Visky Afrida Pungkisari (Penyelidik Bumi Muda)