Tanah di Tangkam Pulit Bergerak: Benarkah Ini Likuefaksi?


Beberapa media heboh memberitakan bencana likuefaksi kembali melanda Indonesia, tepatnya di Desa Tangkam Pulit, Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa, pada 11 Februari 2025. Peristiwa tersebut menyebabkan 15 rumah terdampak, 37 kepala keluarga (KK) mengungsi, serta 99 jiwa harus mencari tempat aman. Bahkan, satu unit rumah mengalami kerusakan parah dan harus dibongkar. Namun, benarkah kejadian ini merupakan likuefaksi?

Palu 2018: Sebuah Jejak Likuefaksi

Istilah likuefaksi menjadi perhatian luas setelah gempa besar mengguncang Kota Palu dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018. Ribuan rumah bergeser atau tenggelam seolah "ditelan bumi"—mengakibatkan ribuan korban jiwa dan kerugian besar. Namun, tidak semua gerakan tanah bisa serta merta dikategorikan sebagai likuefaksi.

Peta Zona Kerentanan Likuefaksi Indonesia
Peta Zona Kerentanan Likuefaksi Indonesia


Likuefaksi merupakan suatu proses atau kejadian hilangnya kekuatan lapisan tanah non kohesif dari keadaan padat menjadi cair pada kondisi jenuh air akibat terjadinya tekanan air pori berlebih yang biasanya disebabkan oleh getaran yang sumber utamanya berasal dari gempa bumi.

Setidaknya ada tiga tanda utama yang mengindikasikan suatu fenomena merupakan likuefaksi:

1. Terjadi Setelah Gempa Besar

Likuefaksi merupakan salah satu bahaya ikutan gempa bumi. Syarat utamanya adalah adanya gempa dengan magnitudo di atas 5,5. Contohnya di Palu, gempa besar bermagnitudo 7,5 mengubah karakteristik tanah secara drastis sehingga menimbulkan efek bencana yang luar biasa.

2. Terjadi di Tanah Aluvium

Fenomena ini umumnya terjadi di tanah aluvium, yaitu tanah yang memiliki butiran pasir lepas serta lapisan lanau atau lempung yang liat hingga cukup padat. Jika tanah ini memiliki lapisan pelindung atau tertutup lapisan kurang dari 4 meter, serta berada di daerah dengan muka air tanah yang dangkal (berkisar antara 0 hingga 10 meter), maka risiko terjadinya likuefaksi semakin besar. Saat gempa mengguncang, tekanan air dalam pori-pori tanah meningkat, menyebabkan partikel tanah kehilangan daya ikat dan berubah seperti lumpur yang mengalir. Kondisi inilah yang membuat bangunan atau struktur di atasnya ikut tenggelam atau bergeser.

3. Memicu Pergerakan Tanah yang Kompleks

Likuefaksi tidak hanya menyebabkan tanah kehilangan kekuatan, tetapi juga dapat memicu gerakan tanah yang luas dan tidak terkendali. Hal ini meningkatkan risiko terhadap masyarakat dan infrastruktur di sekitarnya. Ketika guncangan gempa membuat tanah berpasir jenuh air berubah menjadi seperti cairan, sehingga bangunan, jalan, dan infrastruktur lainnya kehilangan fondasi yang stabil. Akibatnya, permukaan tanah dapat bergeser, tenggelam, atau bahkan menyeret struktur di atasnya, menyebabkan kerusakan parah.

Jejak Likuefaksi di Indonesia

Berdasarkan catatan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, setidaknya ada 37 kejadian likuefaksi di Indonesia sejak tahun 1967. Sebelum bencana Palu 2018, fenomena ini sebenarnya sudah terjadi di beberapa wilayah, seperti di Aceh (2004), Padang (2009), dan Lombok (2018).

Semua kejadian tersebut memiliki pola yang serupa: terjadi setelah gempa besar berkekuatan lebih dari magnitudo 6 dengan kondisi tanah yang jenuh air dan berpasir. Selain Palu, wilayah selatan Sumatera, pesisir selatan Jawa, hingga Papua juga berisiko mengalami fenomena ini.
Historis Kejadian Likuefaksi di Indonesia sejak tahun 1967 (Sumber: Badan Geologi)

Apakah Tangkam Pulit Mengalami Likuefaksi?

Meski tanah di Tangkam Pulit mengalami pergerakan, belum tentu fenomena ini merupakan likuefaksi. Kejadian gerakan tanah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti hujan lebat yang menyebabkan tanah jenuh air dan kehilangan kestabilannya, aktivitas manusia yang mengubah keseimbangan alam, misalnya penggundulan hutan atau pembangunan di daerah rawan longsor, atau pengaruh gravitasi yang mempercepat pergerakan material di lereng curam.

Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah pergerakan tanah di Tangkam Pulit benar-benar disebabkan oleh likuefaksi atau termasuk dalam jenis gerakan tanah lainnya.

Perlu diketahui bahwa gerakan tanah memiliki berbagai tipe yang dikategorikan berdasarkan mekanisme pergerakannya. Berikut adalah beberapa jenis gerakan tanah yang umum terjadi:

  1. Longsoran Translasi: Gerakan massa tanah atau batuan yang terjadi di sepanjang bidang lemah yang relatif datar atau sedikit miring. Longsoran ini biasanya terjadi pada lereng dengan kemiringan yang moderat.
  2. Longsoran Rotasi (Rotational Slide): Gerakan massa tanah yang terjadi di sepanjang permukaan melengkung, membentuk lengkungan yang dalam. Longsoran ini sering terjadi pada lereng yang lebih curam.
  3. Rayapan (Creep): Gerakan tanah yang sangat lambat yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Rayapan biasanya terjadi pada lereng yang landai dan disebabkan oleh perubahan kelembaban, siklus pembekuan-pencairan, dan gravitasi.
  4. Longsoran Batu (Rockfall): Gerakan batuan individu yang terlepas dari lereng curam dan jatuh secara bebas. Longsoran batu biasanya terjadi pada lereng berbatu yang curam dan tidak stabil.
  5. Tanah Longsor (Earthflow): Aliran massa tanah yang terdiri dari campuran tanah, pasir, dan air yang bergerak menuruni lereng. Tanah longsor biasanya terjadi setelah hujan lebat atau pencairan salju.
  6. Lumpur Longsor (Mudflow): Aliran massa tanah yang sangat cair yang terdiri dari campuran tanah, air, dan material organik. Lumpur longsor terjadi pada lereng yang curam dan dapat bergerak dengan cepat dan menghancurkan.
  7. Aliran Puing (Debris Flow): Aliran massa tanah yang terdiri dari campuran batuan, tanah, dan air yang bergerak menuruni lereng. Aliran puing sering terjadi di daerah pegunungan setelah hujan deras.

Tidak semua peristiwa gerakan tanah bisa dikategorikan sebagai likuefaksi. Tiga faktor utama yang menentukan suatu peristiwa sebagai likuefaksi adalah: adanya gempa besar, tanah berpasir jenuh air, dan hilangnya daya dukung tanah hingga mengalir seperti lumpur. Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi, besar kemungkinan fenomena tersebut bukanlah likuefaksi, melainkan jenis gerakan tanah.

Sebagai masyarakat, kita perlu meningkatkan kewaspadaan dan pemahaman terhadap berbagai jenis bencana geologi agar bisa mengambil langkah mitigasi yang tepat. Penelitian mendalam oleh para ahli geologi sangat diperlukan untuk memastikan penyebab gerakan tanah di Tangkam Pulit dan langkah mitigasi yang harus dilakukan.

Penulis:

Risna Widyaningrum
Penyelidik Bumi Ahli Madya pada Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL), Badan Geologi – Kementerian ESDM

Tayang ulang https://retizen.republika.co.id/posts/509186/tanah-di-tangkam-pulit-bergerak-benarkah-ini-likuefaksi-

Ikuti Berita Kami