KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
NOMOR: 74.Pers/04/SJI/2024
Tanggal: 19 Januari 2024
Kelola Perizinan Air Tanah, Badan Geologi Proses 8.047 Perizinan
Sejak tahun 2022, pengelolaan perizinan air tanah yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dimandatkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat selama kurun waktu 2023, Badan Geologi telah melakukan kegiatan sosialisasi perizinan air tanah di beberapa lokasi di Indonesia.
"Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dalam perizinan air tanah, pada tahun 2023 melakukan sosialisasi perizinan air tanah secara luring (offline) di 19 lokasi, yaitu Jakarta, Surabaya, Bali, Ngawi, Padang, Jambi, Madiun, Blitar, Tuban, Mojokerto, Boyolali, Semarang, Kuningan, Garut, Serang, Bandung, Bogor, Pangkal Pinang dan Malang," tutur Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid dalam konferensi pers Capaian Kinerja Badan Geologi Tahun 2023 dan Rencana Tahun 2024 di Bandung, Jumat (19/1).
Selain melakukan sosialisasi, Badan Geologi juga telah memproses perizinan air tanah sebanyak 8.047 izin. Penyelidikan air tanah juga terus dilakukan yang menghasilkan 27 rekomendasi serta melakukan pembangunan Jaringan Pemantauan Air Tanah pada 3 cekungan air tanah. "Total permohonan Izin Pengusahaan Air Tanah (oss.go.id) pada tahun 2023 mencapai 8.047. Dari sejumlah itu 7.910 di antaranya sudah diproses, 137 dalam proses dan 2.707 usulan izin ditolak," jelas Wafid.
Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Ediar Usman menambahkan, Kementerian ESDM telah mengeluarkan regulai terkait pengelolaan air tanah untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif eksploitasi air tanah yang berlebihan. "Pengaturan air tanah untuk melindungi masyarakat dari eksploitasi air tanah yang berlebihan, karena itu kita perlu kendalikan, kita harus betul-betul memperhatikan cadangan yang ada," kata Ediar.
Untuk di wilayah yang cadangannya kritis, Ediar menyarankan agar industri besar tidak memanfaatkan air tanah, tapi memanfaatkan air permukaan, seperti air danau dan sungai agar kebutuhan masyarakat terlindungi.
"Cadangan air tanah yang terambil dari dalam akan memerlukan proses yang lama untuk terisi kembali bahkan bisa ratusan atau jutaan tahun. Jadi kalau diambil tidak cepat itu pengisiannya, makanya sekarang ada regulasi untuk mengaturnya untuk mencegah defisitnya terlalu jauh," tutup Ediar. (SF)
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama
Agus Cahyono Adi