Looking Into the Earth: Indikasi Patahan Bawah Permukaan di Balik Munculnya Rembesan Gas hidrogen Alami di Ampana

Pusat Survei Geologi mengkonfirmasi adanya potensi gas hidrogen di Ampana. Selain itu, studi geofika mengindikasikan adanya struktur patahan bawah permukaan di sana.

Kementerian ESDM berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) setidaknya tahun 2060. Oleh sebab itu, perlu pengembangan energi bersih sebagai alternatif bahan bakar fosil. Terkini, Indonesia diketahui memiliki potensi gas hidrogen alami sebagai energi bersih terkait manifestasi semburan gas yang mudah terbakar di Sulawesi. Pusat Survei Geologi melaksanakan studi berbasis geologi dan geofisika ke wilayah Ampana, Provinsi Sulawesi Tengah, untuk mendalami potensi tersebut sejak tahun 2023. 

Secara umum, terdapat dua syarat terbentuknya deposit gas hidrogen alami, yaitu proses serpentinisasi dan dukungan struktur bawah permukaan. Serpentinisasi adalah proses reaksi kimiawi antara batuan ultramafik dan air sehingga menghasilkan serpentin dan gas hidrogen, seperti pada reaksi di bawah ini:


6(Mg, Fe)2SiO4 + 7H2O = 3(Mg, Fe)3Si2O5(OH)4 + Fe3O4+ H2

Struktur bawah permukaan berupa sesar merupakan zona recharge bagi air. Batuan ultramafik bereaksi dengan air terutama pada sekitar rekahan di bawah permukaan. Hamparan batuan ultramafik yang sangat luas di Sulawesi memungkinkan terjadinya proses serpentinisasi. Dukungan struktur bawah permukaan dapat mengafirmasi potensi gas hidrogen alami sebagai sumber energi bersih terbarukan yang menjanjikan.

Metode geofisika darat berupa metode gravity dan magnetic diaplikasikan di kawasan Ampana untuk mendelineasi keberadaan struktur patahan dan batuan ultramafik bawah permukaan. Data pengukuran diambil dari 184 stasiun gravity dan 202 stasiun magnetic dengan spasi rata-rata sekitar 1 – 1.5 km antar stasiun pengukuran. 

Batuan ultramafik pada data gravity ditunjukkan oleh puncak anomali tinggi (>2.8 g/cc).[P1] [B2]  Penampang gravity pada lintasan yang sama dibuat untuk mendalami lebih jauh mengenai struktur tersebut. Basement modelling yang ditunjukkan pada Gambar 2 menunjukkan konfigurasi yang comparable antara model berdasarkan data gravity dan magnetic. Berdasarkan kedua model data tersebut maka dapat disimpulkan mengenai keterdapatan dari top batuan ultramafik bawah permukaan di sepanjang lintasan A – A’ pada sekitar kedalaman 400m – 1500m.

Perbandingan antara anomali gravity dan anomali Reduced To Pole (RTP) magnetic menunjukkan adanya pola kontras anomali berupa struktur sesar geser mengiri berarah relatif barat laut – tenggara. Pola yang telihat sebagai fitur utama pada anomali gravity maupun magnetic di sekitar Kota Ampana ini belum pernah terpetakan, Pola ini merupakan salah satu pola struktur darat terdekat dengan kawasan rembesan gas hidrogen alami di Tanjung Api, Ampana. Struktur patahan tersebut terindikasi sebagai sesar aktif karena USGS mendata adanya sebaran riwayat gempabumi yang pernah terjadi di kawasan ini.

Dua buah penampang dibuat berdasarkan kelurusan dari peta anomali residual untuk mempelajari geometri bawah permukaan. Rembesan gas hidrogen alami ditemukan di bagian utara penampang vertikal A – A’ (Gambar 4). Struktur patahan pada penjelasan sebelumnya kemungkinan memiliki peran dalam munculnya rembesan tersebut di permukaan. Penampang B – B’ (Gambar 4) merupakan lintasan yang memotong anomali rendah di sebelah barat daya dari sesar bawah permukaan dan anomali tinggi Tanjung Api di bagian timur lautnya. Anomali rendah yang terdeteksi kemungkinan merupakan representasi dari basement deep (dasar terdalam). Keberadaan basement tersebut memungkinkan unduk diisi oleh satuan sedimen yang lebih muda.


Penulis            : Hidayat
Penyunting      : Tim Scientific Board PSG

Ikuti Berita Kami