Geologi sebagai suatu disiplin ilmu, baru berkembang pada zaman pencerahan (Enlightenment) di Eropa sekitar abad ke 17-18, di saat berlangsungnya revolusi ilmiah (Scientific Revolution) sejak masa Renaisans. Tokoh terkemuka seperti Robert Hooke, Nicolas Steno, Gottfried Leibniz, Fontenelle, Antoine Lavoisier, Abraham Werner, Georges Cuvier, Nicolas Desmarest, hingga James Hutton sejatinya mereka memiliki pemikiran orisinal dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu kebumian. Namun, acapkali menjadi pertanyaan menarik, di antara mereka semua, siapa yang layak disematkan sebagai founding person ilmu Geologi? Apabila kita bertanya pada big data seperti mesin pencarian google, James Hutton adalah sosok teratas, tetapi, di sisi lain, gagasan Hutton sendiri terilhami oleh Nicolas Steno, sosok yang tidak kalah penting dalam sejarah sains, maka selayaknya juga Steno dianggap sebagai founding person geologi, seperti pernyataan Von Humboldt. Namun, terlepas dari jajak pendapat ini, Carl Vogt, pernah berujar bahwa Steno adalah salah satu nabi sains yang lahir mendahului zamannya, ia telah memetakan arah bagi jalan sains di generasi setelahnya. Gagasan otentik Steno pada dasar geologi modern adalah legasi yang mengilhami banyak ilmuan, kisah menariknya ini akan saya bahas dalam penulisan artikel yang berjudul “Nicolas Steno dan Gagasan Geologi Modern”.
Niels Steensen kemudian lebih dikenal dengan nama latin “Nicolas Steno” lahir di Kopenhagen pada 11 Januari 1638. Steno menghabiskan masa muda di kota tersebut hingga menempuh pendidikan kedokteran di University of Copenhagen. Tetapi, situasi perang Swedia-Denmark (1657–1658), mengharuskan Steno pergi dari kota kelahirannya dan menuju beberapa negara di Eropa seperti Perancis, Belanda, Jerman dan Italia. Steno pada waktu itu berprofesi sebagai seorang ilmuan dan ahli anatomi, peruntungannya semakin membaik ketika ia tiba di kota Renaisans yakni Florence, Steno yang terkenal akan kualitas ilmiah yang dimiliki, lekas diketahui oleh Ferdinando II de' Medici seorang adipati agung di Toskana. Simultan dengan rencana Ferdinando II, dalam hal ini menghimpun para cendikiawan, ia lantas tertarik terhadap kemampuan Steno dan segera mempercayakannya sebagai dokter pribadi serta diberikan perlindungan penuh. Dengan hal ini, Steno mempunyai keleluasaan dalam penelitian di bidang anatomi dan bidang yang sama sekali baru yakni “geologi”. Pada 1666 sampai 1675 ilmuwan Denmark ini sudah memiliki catatan yang sangat besar, dan penting dalam sejarah sains.
Steno memiliki pengamatan yang unggul dan tajam, misalnya ketika ia mengamati dan membandingkan gigi hiu dan “glossopetrae” atau batu-lidah (Tongue-stones). Tepatnya pada Oktober 1666, sekelompok nelayan di Toskana menangkap ikan hiu putih yang berukuran besar (great white shark), Ferdinando II memerintahkan para nelayan tersebut untuk mengangkut potongan kepala hiu ini kepada Steno agar dapat diperiksa. Sesampainya, Steno membedah isi kepala hiu dan mempelajari mulut serta deretan gigi yang tajam. Steno membandingkan gigi hiu dengan glossopetrae, di mana masyarakat Eropa berabad-abad mempercayainya sebagai batu lidah naga yang jatuh dari bulan atau tumbuh dari dalam tanah, Steno berdasarkan pengamatannya berpendapat bahwa glossopetrae adalalah gigi dari ikan hiu yang sudah lama terendapkan. Meskipun Steno bukanlah orang pertama yang berspekulasi semacam itu, seperti Fabio Colonna pada 1616 juga berpendapat bahwa glossopetrae adalalah gigi hiu (saat ini dikenal sebagai fosil gigi Otodus megalodon) tetapi para ilmuan sebelum Steno tidak dapat menjelaskan bagaimana sisa-sisa oraganisme hewan laut dapat berada di bebatuan dan bahkan ditemukan di permukaan tinggi yang jauh dari laut. Steno lah yang pertama kalinya mengusulkan penjelasan ini secara ilmiah. Dalam catatan pribadinya, ia menulis "Siput, kerang, tiram, ikan, dan sebagainya ditemukan membatu di tempat yang jauh dari laut. Banjir bah di masa lalu atau karena dasar laut telah perlahan berubah (menjadi daratan). Pada perubahan permukaan bumi saya merencanakan membuat sebuah buku".
Kemasyhuran Steno lebih diakui setelah ia menerbitkan karya geologis dan paleontologi pada tahun 1669 yang berjudul “De solido intra solidum naturaliter contento dissertationis prodromus” (Disertasi Prodromus dari Nicolaus Steno mengenai padatan di dalam padatan melalui poses alami), dalam publikasinya ini yang merupakan pemikiran induktifnya, telah menandai kelahiran paleontologi serta stratigrafi dan meletakkan dasar bagi geologi modern. Gagasan Steno dalam publikasinya kemudian dikenal sebagai Steno’s Law (Hukum Steno) yang masih dipelajari oleh mahasiswa ilmu kebumian hingga sekarang. Hukum Steno meliputi pendapat mengenai lapisan sedimen yang berada di bawah, umurnya akan lebih tua daripada lapisan atasnya, (selama belum mengalami deformasi), dikenal dengan “hukum Superposisi”. Pada keadaan normal, lapisan sedimen akan terendapkan sejajar dengan cakrawala, “hukum Original Horizontality”. Lapisan sedimen akan terakumulasi secara menyebar, mendatar dan meluas pada suatu cekungan (basin), sampai terjadinya perubahan atau deformasi, “hukum Lateral Continuity”. Terakhir, lapisan batuan yang terpotong oleh sesar atau intrusi batuan beku, maka batuan yang terpotong harus lebih tua dibanding lapisan (intrusi) yang memotong lapisan sebelumnya, “hukum Cross-Cutting”.Gagasan lainnya mengenai kristalografi, Steno berpendapat bahwa sudut antara permukaan kristal suatu spesies adalah konstan, apa pun perpanjangan lateral dari permukaan ini dan asal kristal, dan merupakan ciri khas dari spesies tersebut.
Untuk memperingati Steno, majalah GeoTimes pernah menjadikan gambarnya sebagai sampul depan pada 1960, dan pada 1962, geologist menakan sebuah mineral “Stenonite” sebagai bentuk penghormatan pada Steno. (RE)
Referensi
Brabant, Bernard van, (1939), “Niels Stensen (1638-1686)”, Geert Groote Genootschap: Universiteitsbibliotheek.
Kardel, T. & Maquet, P. (Eds.) (2013): Nicolaus Steno - Biography and Original Papers of a 17th Century Scientist. Berlin, Heidelberg, 739 pp, Springer.
Geologie & mijnbouw (1960); orgaan voor de officieele mededeelingen van het Geologisch-Mijnbouwkundig Genootschap voor Nederland en Koloniën, jrg 22, 1960, no 6, 1960.
Steno Nicolaus (1667), “The Earliest Geological Treatise” terjemahan bahasa Inggris oleh Axel Garboe (1958). London: Macmillan.
Steno, Nicolaus, (1669), “Nicolai Stenonis De solido intra solidum naturaliter contento dissertationis prodromus” Florentiae, Ex typographia sub signo Stellae, MDCLXIX.