Sebagai garda depan penyedia data geologi nasional, Pusat Survei Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memiliki mandat penting dalam mengungkap potensi sumber daya energi Indonesia, termasuk minyak dan gas bumi. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam memahami sistem petroleum, baik yang masih aktif maupun yang telah terdegradasi, adalah melalui analisis biomarker — senyawa organik mikroskopik yang menyimpan informasi sejarah geologi jutaan tahun silam.
Kebanyakan senyawa-senyawa dan kelas senyawa yang kita temukan di dalam minyak dan bitumen disebut sebagai biomarker yang merupakan kependekan dari biological marker. Senyawa ini, yang berasal dari molekul perintis biogenik, pada dasarnya merupakan fosil molekul. Fungsi terpenting dari biomarker adalah sebagai indikator dari organisme yang berasal dari bitumen atau minyak, dan juga berfungsi sebagai indikator kondisi diagenetik pada saat material organik terpendam.
Secara garis besar, biomarker bisa memberi
informasi tentang:
Ø
Jenis
dan asal bahan organik (daratan vs laut, bakteri vs alga vs tumbuhan tinggi)
Ø
Lingkungan
pengendapan (oksik vs anoksik, laut terbuka vs danau)
Ø
Tingkat
kematangan termal batuan induk
Ø
Korelasi
antara minyak dan batuan sumbernya
Ø Estimasi kedalaman atau posisi zona produksi
Dalam studi biomarker, empat kelompok utama sering digunakan adalah Alkana Normal, Isoprenoid, Triterpana, dan Sterana (Tabel 1).
Alkana Normal (n-alkana) merupakan salah satu biomarker pertama yang dipelajari secara luas. Adanya konsentrasi tinggi dari alkana normal pada bitumen dan minyak diakibatkan oleh keberadaannya pada tumbuhan dan lipid alga serta formasi katagenik dari senyawa rantai panjang seperti asam lemak dan alkohol. Indikasi penting lain mengenai asal dari alkana normal adalah distribusi dari homolog, atau anggota dari seri alkana normal.
Isoprenoid seperti pristana (C19) dan fitana (C20) berasal dari klorofil, terutama klorofil a. Asal mula isoprenoid memiliki atom karbon dari 21 sampai dengan 25 tidak dapat dimengerti dengan baik, walaupun hal ini sepertinya terjadi pada sedimen evaporitik, sedangkan isoprenoid C30 dan C40 kemungkinan merupakan kontribusi dari beberapa spesies alga. Rasio pristana (Pr) terhadap fitana (Ph) dapat digunakan sebagai indikator taraf oksigen selama proses diagenesis. Rasio yang tinggi dari perbandingan tersebut dianggap beasosiasi dengan sedimen yang dipengaruhi lingkungan darat (Pr/Ph >3). Sedangkan rasio rendah menunjukkan lingkungan laut dalam (Pr/Ph <1).
Lalu, kalo Tripertana dan Sterana apa ya? Apa bedanya Triterpana Trisiklik dan Triterpana Pentasiklik dan apa gunanya? Nantikan di bagian kedua dari artikel ini.
Lanjut ke Bagian Dua.....
Penulis : M. Heri Hermiyanto Z.
Penyunting : Tim Scientific Board – PSG