Laporan Penyelidikan Gerakan Tanah Tol Cisumdawu Km 177, Desa Sukasirna, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat

Bersama ini kami sampaikan laporan hasil penyelidikan lapangan di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat berdasarkan kejadian gerakan tanah yang terjadi di Tol Cisumdawu Km 177. Hasil penyelidikan Tim Badan Geologi terkait gerakan tanah dilokasi tersebut sebagai berikut:

1.  Lokasi dan Waktu Kejadian Gerakan Tanah:

Gerakan tanah terjadi di ruas Jalan Tol Cisumdawu (Cileunyi Sumedang Dawuan) Kilometer 177 tepatnya di Dusun Bojongtotor, Desa Sirnamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada koordinat  6.844456° LS dan 107.874619° BT (gambar 1). Berdasarkan informasi dari warga setempat dan BPBD Kab. Sumedang, tanda gerakan tanah mulai teridentifikasi pada awal tahun 2017 berupa retakan pada area kebun, jalan arteri dan rumah penduduk sebelum dibangun Jalan Tol Cisumdawu. Kejadian gerakan tanah berkembang ke bagian atas lereng pada tahun 2021 setelah dilakukan pemotongan lereng. Pada akhir bulan Mei 2025 gerakan tanah berkembang kembali dengan ditandai amblasan yang cukup intensif setelah terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan durasi yang cukup lama.

 

2.  Kondisi Daerah Bencana

  • Morfologi

Secara umum, morfologi di lokasi gerakan tanah merupakan daerah perbukitan bergelombang kuat. Di lokasi gerakan tanah sudah mengalami perubahan morfologi akibat pemotongan lereng untuk pembangunan Tol Cisumdawu yang dimulai pada tahun 2017 (gambar 11). Lokasi gerakan tanah berada pada punggungan yang diapit oleh dua lembah pada bagian utara dan selatan dengan arah aliran sungai ke arah timur. Morfologi di antara daerah Sumedang-Bandung pada umumnya membentuk dataran – dataran kecil atau bagian-bagian rata dan bukit-bukit rendah. Kemiringan lereng di lokasi gerakan tanah berkisar antara 17,2° - 24,9°  curam. Lokasi gerakan tanah berada pada ketinggian 677 - 780 meter diatas permukaan laut (gambar 2).

  • Geologi

Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan, daerah lokasi gerakan tanah tersusun oleh breksi piroklatika yang terbagi menjadi beberapa lapisan akibat proses pelapukan yaitu;

  • Tanah pelapukan (lanau lempungan)

Lanau lempungan merupakan tanah residu yang berasal dari pelapukan sempurna dari batuan berwarna merah kecoklatan, plastisitas sedang - tinggi, konsistensi kaku - sangat kaku, lembab (foto 4).

  • Breksi piroklastik 1 tingkat pelapukan tinggi – sangat tinggi

Breksi berwarna coklat kemerahan (foto 5), struktur masif, tekstur klastik, fragmen andesit hingga ukuran bongkah pada masa dasar lanau lempungan (hasil XRD 80% mineral haloysite), terlihat pelapukan mengulit bawang, warna merah dan kuning diperkirakan proses alterasi, berdasarkaan klasifikasi ISRM (1981) menunjukkan  pelapukan tinggi - sangat tinggi (grade IV - V), kekerasan sangat lemah sekali (R0) atau seperti tanah yang padat - sangat padat, nilai geological strengh index (GSI ) antara 20 - 25.

  • Breksi piroklastik 2 tingkat tingkat pelapukan sedang

Breksi berwarna coklat keabu-abuan (foto 6), struktur masif, tekstur klastik, fragmen andesit hingga ukuran bongkah pada masa dasar pasir - lanau, terlihat pelapukan mengulit bawang, berdasarkaan klasifikasi ISRM (1981) menunjukkan  pelapukan sedang (grade III), kekerasan sangat lemah - lemah (R2 - R3), nilai geological strengh index (GSI ) antara 40 - 45.

  • Breksi piroklastik 3 tingkat tingkat pelapukan rendah

Breksi berwarna abu-abu (foto 6), struktur masif, tekstur klastik, fragmen andesit hingga ukuran bongkah pada masa dasar hingga pasir kasar, terlihat pelapukan mengulit bawang, berdasarkaan klasifikasi ISRM (1981) menunjukkan  pelapukan rendah (grade II), terdapat banyak kekar (very blocky) , kekerasan medium (R3), nilai geological strengh index (GSI ) antara 45 – 55.

Berdasarkan Peta Geologi Kabupaten Sumedang (Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, 2013) menunjukkan bahwa area gerakan tanah berada pada sebaran endapan kuarter yang merupakan bagian dari Hasil Gunungapi Muda Tak Teruraikan (Qyu) (gambar 3). Batuannya terdiri dari pasir tufan, lapili, breksi, lava, aglomerat yang merupakan produk letusan dari Gunung Tampomas. Berdasarkan Peta Geologi Teknik Regional oleh Djadja dan Hermawan (1996) menunjukkan bahwa area longsoran ini tersusun atas tanah residual hasil pelapukan formasi batuan yang ada dengan ketebalan tanah dapat mencapai 20,0 m. Tanah berjenis lempung lanauan hingga lanau pasiran berwarna coklat kemerahan, plastisitas sedang – tinggi, permeabilitas rendah, teguh – kaku.

  • Tata Guna Lahan

Tata guna lahan pada daerah gerakan tanah berupa permukiman dan kebun dibagian atas, serta area persawahan yang terletak di bagian bawah. Pada bagian tengah merupakan area terbuka yang sebagian besar ditumbuhi ilalang. Pada bagian bawah (kaki longsoran) merupakan area jalan Tol Cisumdawu yang menghubungkan Kota Bandung dengan Kota Sumedang. Perubahan fungsi tata guna lahan dibagian tengah yang tadinya area pemukiman dan jalan arteri menjadi area jalan tol terlihat pada citra satelit google earth di tahun 2017 – 2021 (gambar 11).

  • Keairan

Kondisi keairan setempat memperlihatkan keberadaan aliran alami pada sisi selatan bagian luar area gerakan tanah yang disalurkan pada saluran air kedap (beton). Sebagian konstruksi saluran terlihat mengalami kerusakan pada bagian ujung saluran sebelum memotong jalan tol. Menurut informasi warga setempat menyebutkan bahwa penggalian dalam pencarian air tanah dapat mencapai kedalaman > 20,0 m di bawah permukaan tanah. Belum diketahui pasti kedalaman air tanah pada area longsoran.

Pola pengaliran di lokasi gerakan tanah termasuk kedalam pola pengaliran sub pararel yang dipengaruhi oleh kemiringan lereng yang curam, pola paralel seringkali mengindikasikan adanya kekar yang sejajar yang mengontrol arah aliran sungai  juga proses erosi dan pelapukan yang terjadi secara merata di seluruh area (gambar 4).

  • Kerentanan Gerakan Tanah

Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat (Badan Geologi, 2016) lokasi gerakan tanah di Tol Cisumdawu Km 177 berada pada Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah (gambar 5). Artinya daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali dipicu oleh curah hujan tinggi dan/atau gempabumi. Pada umumnya kisaran kemiringan lereng mulai dari agak terjal (9o s.d. 17o), terjal (>17o s.d. 36o), dan curam (> 36o), tergantung pada kondisi geologi setempat dan lereng yang dibentuk oleh bahan timbunan.

Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah pada Bulan Mei 2025 di Kabupaten Sumedang (Badan Geologi, 2025), daerah bencana berada pada prakiraan potensi gerakan tanah menengah (gambar 6). Artinya, daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.

 

3.  Situasi dan Dampak Gerakan Tanah

Tipe gerakan tanah yang terjadi pada lokasi ini adalah tipe rayapan pada zona seluas 7,36 ha dengan panjang 340 meter dan lebar maksimal 275 meter. Kenampakan dilapangan berupa retakan melintang seperti tapal kuda pada lereng, dan terlihat pada gawir mahkota telah mengalami penurunan 1,35 – 1,65 meter (gambar 7,8,9). Tipe ini bergerak lambat namun berulang serta berpotensi untuk berkembang menjadi tipe deep seated landslide dengan bidang gelincir melengkung (rotational landslide). Gerakan tanah ini diawali dengan retakan pada permukaan tanah, badan jalan, dan bangunan dinding penahan, memiliki lebar retakan 5 – 30 cm, panjang 5 – 140 m dan kedalaman 1 - 2 m.

Berdasarkan data penyelidikan lapangan dan hasil analisis digital elevation model (DEM) dari drone lidar, dampak gerakan tanah sebagai berikut:

    • Ruas Jalan Tol Cisumdawu rusak dan terdampak sepanjang 193 meter di kedua ruas jalan, baik dari Arah Kota Bandung maupun Kota Sumedang;
    • Pada bagian lereng tengah mengalami amblasan sehingga beberapa pile dan Dinding Penahan Tanah (DPT) pecah/mengalami kerusakan;
    • Pada bagian bawah lereng atau bagian lajur jalan tol telah mengalami kenaikan/bulging sekitar 20-50 cm sehingga dilakukan pengerukan dan perataan jalan tol oleh pengelola jalan tol yaitu PT. CKJT;
    • Masyarakat/pemukiman yang berada di sekitar lokasi bencana menjadi khawatir terutama bagi rumah yang jaraknya cukup dekat dengan mahkota longsor.

 

4.  Interpretasi geofisika metode tahanan jenis 2D

Pengukuran geofisika metode tahanan jenis 2D (Geolistrik 2D) pada penyelidikan ini dilakukan secara Mapping Resistivity berdasarkan konfigurasi Schlumberger – Wenner. Pengukuran menggunakan geolistrik dilakukan dengan 4 lintasan yang berbeda (gambar 13). Tiga lintasan horizontal dengan jumlah total elektroda yang digunakan sebanyak 36 buah dengan interval antar elektroda 10 meter (360 meter) untuk mencapai penetrasi kedalamanan hingga 72 meter (gambar 15, 16,17) dan satu lintasan vertikal/ memotong lereng dengan jumlah total elektroda yang digunakan sebanyak 24 buah dengan interval antar elektroda 10 meter (240 meter) untuk mencapai penetrasi kedalamanan hingga 48 meter (gambar 15). Titik acuan ketinggian diperoleh dari pengukuran (SOL) yang berada di titik 1 elektroda.

Data lapangan kemudian diproses hingga menghasilkan pemodelan inversi 2D, dengan pengaturan iterasi maksimal mencapai 4 dan RMS error 2.23 – 9,1%. Penafsiran bawah permukaan hasil pemodelan tahanan jenis 2D dan 3D.

Hasil analisis geolistrik 3D dengan metode Wenner Schlumberger pada empat lintasan, memperlihatkan batuan homogen yang lunak dengan nilai resistivity 3,5 – 168 Ωm hingga kedalaman hingga 50 meter. Nilai ini menunjukkan karakter batuan kompak dengan kandungan air yang tinggi dan bersifat konduktif. Pada line 1-3 memperlihatkan adanya variasi bidang gelincir pada kedalaman lk 7-9 dan 15-20 meter. Terlihat jelas pula pada line 1 adanya zona infiltrasi air pada titik 9-11 dan titik 24. Kenampakan 3D pada tiga line juga memperlihatkan variasi material jenuh air yang tertahan pada tiap dinding penahan tanah dan terlihat jelas pada line 1 dan 2. Pada line 2, indikasi terlihat bahwa kejenuhan air pada breksi tertahan oleh dinding penahan. Kenampakan potensi bidang gelincir dalam diinterpretasi pada kedalaman 25-40 meter dengan melihat adanya perbedaan resistivity pada material, dan mengecil/semakin dangkal pada pada line 3.

 

5.  Faktor penyebab gerakan tanah:

Secara umum, faktor penyebab gerakan tanah di Tol Cisumdawu Km 177 sebagai berikut:

    • Kemiringan lereng yang curam;
    • Karakteristik lapukan breksi piroklastik yang akan memburuk sifat keteknikannya (mudah menampung air menyebabkan material rapuh) ketika terjadi perubahan kadar air misalnya saat berinteraksi dengan air maupun kondisi kering dengan suhu relatif tinggi;
    • Indikasi struktur geologi berupa kekar pada batuan breksi piroklastika yang berpotensi menampung infiltrasi air dan menyebabkan peningkatan tekanan pori dalam tanah;
    • Infiltrasi intensif air permukaan maupun air hujan pada daerah yang terkupas atau tanpa vegetasi;
    • Curah hujan dengan intensitas tinggi dan berdurasi lama dan getaran dapat sebagai pemicu.

 

6.  Mekanisme Terjadinya Gerakan Tanah:

Longsoran ini terjadi akibat kombinasi kondisi geologi, peningkatan tekanan air pori, dan pengaruh geometri lereng. Proses diawali oleh pelapukan batuan dan infiltrasi air yang menyebabkan terbentuknya zona lemah pada breksi yang terkekarkan menyebabkan kekuatan geser rendah serta memperlemah ikatan antar butir. Ketika intensitas infiltrasi air tinggi, terjadi peningkatan tekanan air pori dan penurunan gaya geser efektif berkurang. Dalam kondisi tersebut, lereng mulai mengalami deformasi dalam secara perlahan (creep), Seiring waktu, bidang gelincir berkembang menjadi zona aktif, dan ketika keseimbangan gaya benar-benar terganggu, terjadi pergerakan massa mengikuti bidang gelincir yang diperkirakan dalam dan melengkung, sehingga menyebabkan kerusakan signifikan pada struktur yang ada di lereng atas dan tengah maupun di kaki lereng (badan jalan tol).

 

7.  Kesimpulan

Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan, kejadian gerakan tanah di Tol Cisumdawu Km 177, Desa Sukasirna, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, sebagai berikut:

    • Gerakan tanah pada daerah ini memiliki tipe rayapan dan berpotensi berkembang menjadi longsoran dalam dengan bidang gelincir melengkung (rotational);
    • Berdasarkan analisis dari hasil data resistivity di keempat lintasan, terlihat indikasi multiple-slide / bidang gelincir pada kedalaman 7-9 meter (dangkal) dan 25-40 meter (dalam)
    • Dampak kerusakan masih terjadi pada lereng dan badan/ruas Tol Cisundawu km. 177;
    • Gerakan tanah masih berpotensi berkembang terutama pada saat musim penghujan dengan intensitas tinggi dan durasi yang cukup lama apabila tidak dilakukan perbaikan/mitigasi struktural dengan baik;
    • Lokasi bencana masuk dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah. Gerakan tanah pada wilayah ini masih berpotensi terjadi kembali.

 

8.  Rekomendasi Teknis

Sebagai langkah mitigasi pegerakan tanah agar tidak meluas dan berkembang, perlu dilakukan sebagai berikut:

    • Pembenahan sistem drainase bawah permukaan seperti dewatering (pore water pressure reduction) atau subsurface-geodrain drainage atau deep well guna mengurangi tekanan pori dalam tubuh lereng;
    • Perbaikan sistem drainase pada permukaan lereng (surface drain);
    • Perbaikan perkuatan lereng;
    • Memastikan bore pile tertanam hingga dibawah bidang gelincir untuk memberikan tahanan maksimal
    • Perbaikan dan perkuatan tembok penahan yang rusak
    • Revegetasi mengurangi erosi dan infiltrasi air permukaan;
    • Pemantauan continue baik menggunakan pendekatan peralatan geodetik dan geoteknik secara realtime untuk memantau apabila terjadi deformasi permukaan maupun bawah permukaan sebagai sarana peringatan dini (early warning system) bagi warga sekitar lereng dan pengguna jalan tol;
    • Melakukan penilaian kemantapan lereng kembali dengan menambahkan model infiltrasi air dan kegempaan guna mengetahui kemantapan lereng secara keseluruhan untuk memastikan keamanan lereng jangka panjang.
    • Melakukan evaluasi lereng secara berkala untuk mengidentifikasi zona potensi pergerakan tanah dan pengananan daruratnya;
    • Jika upaya mitigasi struktural sudah dilakukan dan kondisi pergerakan tanah masih berlanjut/berkembang perlu dilakukan pemindahan pemukiman pada lereng bagian atas dan jalur transportasi kendaraan;
    • Koordinasi dan mengikuti arahan dari institusi yang berwenang.

Laporan ini bisa diunduh di www.vsi.esdm.go.id. Demikian laporan singkat ini kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya.

 

Gambar 1. Peta lokasi gerakan tanah Tol Cisumdawu Km 177, Desa Sirnamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

Gambar 2. Peta Elevasi/Ketinggian lokasi gerakan tanah Tol Cisumdawu Km 177, Desa Sirnamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat

Gambar 3. Peta Geologi Desa Sirnamulya dan sekitarnya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

Gambar 4. Peta Pola Pengaliran Desa Sirnamulya dan sekitarnya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

Gambar 5. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Desa Sirnamulya dan sekitarnya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

Gambar 6. Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Pada Bulan Mei 2025 Desa Sirnamulya dan sekitarnya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

 

Tabel 1. Wilayah Potensi Terjadinya Gerakan Tanah di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat Pada Bulan Mei 2025

Provinsi

Kabupaten/Kota

Kecamatan

Potensi Gerakan Tanah

Jawa Barat


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumedang


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Buahdua

Menengah-Tinggi

Cibugel

Menengah-Tinggi

Cimalaka

Menengah-Tinggi

Cimanggung

Menengah-Tinggi

Cisarua

Menengah-Tinggi

Cisitu

Menengah-Tinggi

Conggeang

Menengah-Tinggi

Darmaraja

Menengah-Tinggi

Ganeas

Menengah-Tinggi

Jatinunggal

Menengah-Tinggi

Pamulihan

Menengah-Tinggi

Paseh

Menengah-Tinggi

Rancakalong

Menengah-Tinggi

Situraja

Menengah-Tinggi

Sukasari

Menengah-Tinggi

Sumedang Selatan

Menengah-Tinggi

Sumedang Utara

Menengah-Tinggi

Surian

Menengah-Tinggi

Tanjungkerta

Menengah-Tinggi

Tanjungsari

Menengah-Tinggi

Tomo

Menengah-Tinggi

Ujungjaya

Menengah-Tinggi

Wado

Menengah-Tinggi

 Keterangan:

Menengah

Daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan tanah.  Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.

Tinggi

Daerah yang mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.

 

Gambar 7. Peta Situasi gerakan tanah Tol Cisumdawu Km 177, Desa Sirnamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

Gambar 8. Sketsa Penampang A – B gerakan tanah Tol Cisumdawu Km 177, Desa Sirnamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. 

Gambar 9. Sketsa Penampang A – B gerakan tanah Tol Cisumdawu Km 177, Desa Sirnamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

Gambar 10. Citra satelit google earth dari tahun 2011 – 2016 memperlihatkan perubahan tataguna lahan di lokasi gerakan tanah.

Gambar 11. Citra satelit google earth dari tahun 2017 – 2022 memperlihatkan perubahan tataguna lahan dan morfologi akibat pemotongan lereng juga adanya indikasi gerakan tanah berupa retakan di tahun 2021.

Gambar 12. Citra satelit google earth dari tahun 2023 – 2024 terlihat retakan sudah membentuk tapal kuda dan dilakukan penambahan penguatan lereng. Hasil orthophoto drone Badan Geologi terlihat jelas dinding penahan lereng pad bagian atas mengalami kerusakan cukup parah akibat adanya tekanan/gaya dari atas.

Gambar 13. Peta lintasan pengambilan data geolistrik.

Gambar 14. Hasil interpretasi data resistivity

Gambar 15. Hasil interpretasi data resistivity lintasan 1

Gambar 16. Hasil interpretasi data resistivity lintasan 2

Gambar 17. Hasil interpretasi data resistivity lintasan 3

Gambar 18. Hasil interpretasi data resistivity lintasan  4

 

Lampiran Foto

Foto 1. Lokasi gerakan tanah di Tol Cisumdawu Km 177 tampak dari atas, terlihat arah gerakan tanah ke ruas jalan Tol Cisumdawu dan morfologi lokasi gerakan tanah berada di kemiringan lereng terjal - sangat terjal.

Foto 2. Amblesan pada mahkota longsor bagian sayap bagian selatan (kiri)  yang mengalami penurunan setinggi 135 cm dan pada bagian utara (kanan) yang mengalami penurunan setinggi 165 cm.

Foto 3. Retakan – retakan yang berkembang di area terdampak/tubuh longsoran memiliki pola yang berarah relatif Utara – Selatan.

Foto 4. Singkapan lanau lempungan yang merupakan tanah residu/pelapukan dari batuan asal breksi.

Foto 5. Breksi hasil endapan piroklastik aliran dengan tingkat pelapukan tinggi - sangat tinggi (kiri) dan terlihat adanya proses alterasi sekitar > 75% telah berubah menjadi karakter tanah dan masih menunjukkan sisa batuan asalnya (kanan).

Foto 6. Singkapan breksi hasil endapan piroklastik aliran dengan tingkat pelapukan rendah (kiri) yang ditemukan di sungai bagian selatan lokasi gerakan tanah dan breksi dengan tingkat pelapukan sedang yang memiliki sifat mudah rapuh dan tererosi pada masa dasarnya ketika terganggu oleh faktor iklim (kanan).

Foto 7. Dinding penahan tebing (DPT) yang mengalami kerusakan berupa retakan (kiri) dan pile yang patah akibat dorongan yang cukup besar dari atas (kanan).

Foto 8. Kondisi Jalan Tol Cisumdawu Km 177 yang mengalami kerusakan akibat retakan yang berkembang  menjadi amblesan setinggi 50 cm pada bagian selatan dan 30 cm pada bagian utara.

Foto 9. Pada bagian kaki longsoran/toe terlihat mengalami lendutan/bulging terlihat pada infrastruktur pembatas jalan (road barrier) mengalami kerusakan (atas dan kanan bawah). Penahan lereng jenis pasak tanah/soil nailing mengalami kerusakan  dan bulging akibat tekanan dari atas (kiri bawah).

Foto 10. Pengambilan data bawah permukaan dengan menggunakan metode resistivity (tahanan jenis) untuk mengetahui karakter batuan dibawah permukaan.

Foto 11. Tim Badan Geologi pada saat melakukan peneyelidikan dengan menggunakan alat TLS (Terrestrial Laser Scaner) untuk mengetahui perubahan morfologi akibat pergerakan tanah yang terjadi.

   

Foto 12. Tim Badan Geologi, Kementerian ESDM pada saat melakukan koordinasi dilokasi gerakan tanah dengan petugas dari Kepolisian, BPBD Kabupaten Sumedang dan PT. CKJT sebagai operator Tol Cisumdawu.

Ikuti Berita Kami