Oleh: Fatimah, S.T., M.Sc.* dan Atep Kurnia**
Batubara dikenal sebagai produk tambang yang banyak digunakan dalam pembangkit listrik dan industri. Pemanfaatan batubara umumnya terbatas pada sektor energi di mana batubara digunakan sebagai bahan bakar. Namun, tidak semua jenis batubara dapat digunakan sebagai bahan bakar mengingat kualitas batubara Indonesia sangat beragam. Hanya batubara berkualitas sedang dan tinggi saja (GAR > 4200 kkal/kgr) yang banyak dimanfaatkan di pembangkit listrik dan industri. Sedangkan batubara berkualitas rendah belum banyak dimanfaatkan. Pemerintah memberlakukan Program Hilirisasi dan Peningkatan Nilai Tambah (PNT) Batubara yang seperti yang diamanatkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009. Program ini memperluas fokus pemanfaatan batubara dari sekadar sumber energi menjadi material yang dapat digunakan untuk keperluan strategis lainnya.
Demi menjawab tantangan ini, Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP)-Badan Geologi, melakukan karakterisasi potensi batubara dalam mendukung program hilirisasi dan PNT batubara, sesuai tugasnya yaitu melaksanakan penyelidikan, pelayanan, dan perekayasaan di bidang sumber daya mineral, batubara, dan panas bumi. Hal ini juga sesuai dengan fungsi PSDMBP dalam kerangka pelaksanaan inventarisasi, penyelidikan, pelayanan, dan perekayasaan di bidang sumber daya mineral, batubara, dan panas bumi.
Sebagai negara agraris, Indonesia membutuhkan pupuk yang sangat besar, dan saat ini sebagian kebutuhan tersebut dipenuhi dari impor (BPS, 2020). Menyikapi hal tersebut, PSDMBP mengambil inisiatif untuk melakukan kegiatan ekstraksi asam humat dari batubara untuk mendukung kebutuhan agroindustri. Pertimbangannya, dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah sebagai bahan baku pupuk organik berupa asam humat menjadi solusi potensial yang dapat mengurangi ketergantungan pada impor sekaligus meningkatkan nilai tambah batubara Indonesia.
Sumber daya dan cadangan batubara Indonesia memang didominasi oleh batubara berkalori rendah hingga sedang. Dampaknya, saat dijual sebagai bahan baku mentah, batubara jenis ini memiliki nilai jual yang relatif rendah. Oleh karena itu, ekstraksi asam humat dari batubara menjadi penting untuk memberikan nilai tambah bagi produk ini. Penelitian menunjukkan bahwa batubara berkalori rendah mengandung asam humat yang dapat dimanfaatkan dalam industri pertanian sebagai pupuk (Demirba, 2002; Hai dan Mir, 1989; Nisar dan Mir, 1989; Rezki dkk, 2007; Sharif dkk, 2002).
Asam humat merupakan senyawa organik kompleks yang dapat diekstraksi dari batubara berkalori rendah. Senyawa ini mampu memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah sehingga kesuburan tanah juga meningkat. Penggunaan asam humat sebagai bahan pupuk organik dapat meningkatkan penyerapan unsur hara yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman.
PSDMBP sudah memulai kegiatan evaluasi dan karakterisasi batubara untuk mendukung agroindustri sejak tahun 2021 sejalan dengan Roadmap Program Pengembangan dan Pemanfaatan Batubara 2021-2045. Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengembangkan potensi batubara sebagai sumber asam humat melalui studi bersama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Studi bersama ini difokuskan pada batubara lignit hingga sub-bituminus, yang diduga memiliki potensi terbesar dalam produksi asam humat. Proses ekstraksi dari batubara menghasilkan senyawa humat yang terdiri atas padatan asam humat dan cairan asam fulvat. Keduanya dapat digunakan sebagai material agroindustri. Selain itu, residu dari proses ini dapat dibuat menjadi briket batubara.
Hingga tahun 2023, ekstraksi asam humat telah dilakukan terhadap 48 sampel batubara dari berbagai lokasi di Sumatera dan Kalimantan yang berasal dari Formasi Muara Enim, Kampungbaru, Balikpapan, Dahor dan Warukin. Hasil tertinggi diperoleh dari sampel batubara Formasi Muara Enim di Sumatera Selatan dengan kandungan senyawa humat sebesar 57%, disusul oleh sampel batubara Formasi Dahor di Kalimantan Tengah dengan kandungan senyawa humat sebesar 45,51%. Korelasi hasil ekstraksi dengan kualitas batubara menunjukkan bahwa batubara berkalori rendah cenderung menghasilkan senyawa humat cukup tinggi. Kandungan senyawa humat juga berbanding lurus dengan nilai kelembaban (Total Moisture) batubara. Menariknya, batubara yang sudah lama teroksidasi justru memiliki senyawa humat yang lebih tinggi dibandingkan batubara yang tidak teroksidasi pada lapisan yang sama.
Analisis manfaat juga dilakukan untuk memberikan gambaran PNT batubara. Hasilnya menunjukkan bahwa setidaknya terdapat tiga (3) pihak yang diuntungkan dalam program pemanfaatan batubara kalori rendah dengan ekstraksi asam humat, yaitu petani, pengusaha batubara dan pemerintah. Bagi petani, penggunaan asam humat pada lahan pertanian berdampak pada meningkatnya produktivitas tanah sehingga produksi panen akan meningkat dalam jumlah yang signifikan. Sedangkan untuk pengusaha batubara, selain memperoleh pemasukan dari penjualan asam humat dan asam fulvat, juga dapat memperoleh pendapatan dari penjualan briket produk residu proses ekstrasi. Pemerintah juga akan diuntungkan di antaranya dengan mengurangi subsidi pupuk urea. Program ekstraksi asam humat ini juga dapat mengoptimalkan penggunaan batubara produksi dalam negeri.
Berdasarkan hasil kegiatan yang dilakukan oleh PSDMBP selama periode 2021-2023, beberapa rekomendasi dapat disampaikan untuk mendukung pengembangan lebih lanjut. Pertama, kegiatan evaluasi potensi asam humat dari batubara perlu melibatkan lebih banyak sampel batubara dari berbagai wilayah di Indonesia. Data yang lebih rinci diharapkan akan memudahkan dalam deliniasi wilayah prospek batubara untuk mendukung agroindustri. Kedua, evaluasi juga perlu diperluas pada sampel gambut, yang juga diketahui memiliki potensi untuk menghasilkan senyawa humat.
Dengan memanfaatkan potensi batubara kalori rendah sebagai bahan baku pupuk organik, Indonesia tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan pada impor pupuk tetapi juga meningkatkan nilai tambah batubara domestik. Upaya ini sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 yang mendorong hilirisasi dan peningkatan nilai tambah batubara untuk mendukung pembangunan nasional.
*Penyelidik Bumi Ahli Madya di Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Badan Geologi.
**Pranata Humas di Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Badan Geologi.
***Sebagian materi ini pernah disampaikan dalam Kolokium Hasil Kegiatan PSDMBP Tahun 2023 di Bandung, pada 1 Agustus 2024.
Editor: BWN