Dari Alam ke Lemari Pajang: Cerita Fosil Bercangkang di Ruang Sejarah Kehidupan

Di tengah modernisasi dan hiruk pikuk Kota Paris van Java, Museum Geologi gagah berdiri menyimpan berbagai cerita tentang kehidupan masa lalu. Ruang Pamer Sejarah Kehidupan merupakan salah satu dari empat ruang pamer di Museum Geologi. Ruang Pamer Sejarah Kehidupan menampilkan perjalanan panjang evolusi makhluk hidup, dari organisme bersel satu hingga hewan purba berukuran besar. Pernahkah terpikir bahwa fosil berukuran kecil seperti moluska dapat menandingi pesona dinosaurus? Sejarah membuktikan, kisahnya sama menakjubkannya. Sederhana, namun merekam jejak waktu yang luar biasa.

Fosil moluska dengan cangkang yang kokoh dan bentuknya  yang khas telah menjadi saksi bisu dari perubahan lingkungan laut, pergerakan benua, hingga kepunahan massal. Dari lapisan batuan berumur puluhan ribu hingga jutaan tahun lalu yang ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, fosil-fosil ini kemudian menghuni lemari pajang Museum Geologi, dan siap menyampaikan cerita geologi yang telah berlangsung jutaan tahun lamanya.

Namun, apa sebenarnya yang bisa kita pelajari dari fosil moluska? Bagaimana  kehadiranya di lapisan batuan bisa membantu ilmuwan memahami sejarah bumi? Dan mengapa keberadaannya di ruang pamer menjadi penting dalam memahami masa lalu bumi? Jawabannya akan kita temukan dalam artikel ini.

Saat membicarakan fosil, pikiran kita mungkin langsung tertuju pada dinosaurus dan mammoth. Akan tetapi, tahukah kalian bahwa beberapa “bintang” dalam dunia fosil justru berasal dari hewan kecil yang biasa kita lihat di laut, sungai, atau bahkan di persawahan? Ya, moluska, kelompok hewan bertubuh lunak seperti kerang (bivalvia) dan siput (gastropoda) adalah salah satu penghuni paling setia dalam catatan sejarah kehidupan Bumi.

Moluska memainkan peran penting dalam fossil record karena mereka telah hidup sejak periode Kambrium dari era Paleozoikum, lebih dari setengah miliar tahun yang lalu. Nenek moyang moluska diperkirakan telah berevolusi pada periode Prekambrium dengan banyak garis keturunan yang berbeda dan menyebar ke berbagai relung ekologi biotop dunia. Bertahan bahkan dalam kepunahan massal, keberadaan moluska menjadi “penunjuk waktu geologi” yang berharga. Melalui fosil-fosil moluska, para ahli dapat mengetahui kondisi lingkungan masa lalu apakah suatu daerah dulunya laut, sungai, atau danau purba. Bahkan, perubahan bentuk dan jenis moluska dari waktu ke waktu dapat mengisyaratkan perubahan iklim dan pergeseran ekosistem.

Moluska dapat ditemukan hampir di mana saja, mulai dari dasar laut dalam, pesisir pantai, danau air tawar, bahkan gurun dan hutan. Mereka tidak hanya menyebar luas secara geografis, tetapi juga sangat beragam secara bentuk dan fungsi. Ada yang hidup menempel, menggali, berenang, atau bahkan merayap dengan racun di lidahnya. Keberagaman ini juga tercermin dalam bentuk fosilnya. Fosil moluska dari masa lalu menunjukkan betapa mereka mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan, menjadikannya salah satu kelompok paling sukses dalam sejarah kehidupan.

Salah satu alasan utama mengapa moluska sering ditemukan sebagai fosil adalah cangkangnya yang keras. Beberapa moluska memiliki cangkang dari kalsium karbonat yang dapat bertahan hingga mencapai jutaan tahun apabila terkubur secara langsung dalam sedimen. Bahkan setelah jaringan tubuhnya hilang, cangkang moluska masih bisa ditemukan dalam kondisi utuh, lengkap dengan ornamen, tekstur, hingga struktur dalamnya. Tak heran jika banyak koleksi fosil di museum, termasuk di Museum Geologi, dipenuhi oleh kerang, siput, dan kerabat moluska lainnya.

Namun, jangan anggap remeh cangkang yang tampak sederhana itu. Bagi sebagian orang, kerang mungkin hanyalah sisa cangkang yang terdampar di tepi pantai yang hanya bisa dimanfaatkan sebagai ornamen. Akan tetapi di Museum Geologi, fosil kerang dan siput menyimpan cerita yang jauh lebih dalam tentang ekosistem purba yang telah lama hilang, hingga proses geologi yang berlangsung selama puluhan ribu hingga jutaan tahun lalu. Nah sahabat, mari kita tengok lebih dekat beberapa koleksi menarik yang dipamerkan di ruang pamer Sejarah Kehidupan. Siapa tahu, kalian akan melihatnya dengan cara pandang yang baru.

1. Tridacna gigas: raksasa dari laut dangkal
Siapa sangka, di balik kaca pajangan Museum Geologi, tersimpan fosil Tridacna gigas yang dulunya hidup di laut dangkal tropis Indonesia (Gambar 1). Fosil dari periode Paleogen – Neogen ini hidup tertanam di karang, substrat besar berpasir atau pecahan karang dengan kedalaman mencapai 20 meter. Dengan ukuran besar dan detail lekukan cangkang yang masih utuh, fosil ini tak hanya mewakili kelompok bivalvia, tetapi juga menjadi jejak nyata kejayaan ekosistem laut purba yang stabil dan subur.


Gambar 1. Tridacna gigas di Ruang Pamer Sejarah Kehidupan Museum Geologi

2. Conus litteratus: siput berpola yang beracun
Di sudut lain ruang pamer, ada siput kecil bermotif hitam-putih mencolok. Conus litteratus, anggota gastropoda yang dikenal sebagai siput berbisa (Gambar 2). Meski mungil, hewan ini menyimpan kisah evolusi menarik. Bagaimana makhluk kecil ini mengembangkan racun sebagai senjata bertahan hidup di laut. C. litteratus berhabitat di zona litoral dengan karakteristik pasir kasar di sekitar terumbu karang perairan dangkal. Koleksi ini merupakan spesimen recent sehingga masih dapat ditemukan di alam hingga kini. Cangkangnya yang indah dan masih utuh menjadikannya salah satu koleksi paling mudah dikenali di Museum Geologi.


Gambar 2. Conus litteratus di Ruang Pamer Sejarah Kehidupan Museum Geologi

3. Nautilus pompilius: penjelajah laut dalam
Nautilus pompilius, moluska laut dalam dengan cangkang spiral sempurna dan rongga udara di dalamnya (Gambar 3). Struktur ini menunjukkan desain tubuh yang canggih untuk bertahan di laut dalam. N. pompilius memiliki peran penting dalam ekosistem, khususnya bagi organisme bentik. Menariknya, Nautilus masih hidup hingga kini dan dijuluki sebagai “fosil hidup” karena bentuknya nyaris tak berubah sejak jutaan tahun lalu. Fenomena ini menjadi pengingat akan kemampuan adaptasi luar biasa makhluk laut purba.


Gambar 3. Nautilus pompilius di Ruang Pamer Sejarah Kehidupan Museum Geologi

Di balik ukurannya yang kecil, jika sahabat menggali informasi lebih dalam tentang cangkang-cangkang moluska tersebut, tersimpan cerita besar tentang naik turunnya muka laut, perubahan bentuk bumi, hingga jejak kehidupan dari puluhan ribu hingga jutaan tahun lalu. Fosil-fosil tersebut menjadi saksi bisu perjalanan waktu geologi yang panjang. Kehadirannya membantu kita memahami bagaimana bumi terbentuk dan terus berubah. Oleh karena itu, menjaga dan mempelajari koleksi seperti ini penting agar generasi mendatang bisa tetap belajar dari masa lalu.

Jadi, jika kalian penasaran dan ingin melihat langsung jejak-jejak laut purba, datanglah ke Museum Geologi. Coba lihat lebih dekat, dan siapa tahu? Cangkang kecil itu menyimpan kisah dari dasar laut yang dulu pernah membentang di tempat kalian berdiri sekarang. "Karena dari masa lalu kita dapat belajar tentang proses perubahan yang terjadi di alam".

Ikuti Berita Kami