Bandung, 17 Oktober 2025. Buka hati tuk mendengar dan memahami dunia tanpa suara, kiranya itulah hal dasar yang ingin Museum Geologi sampaikan kepada para peserta Sharing Session dengan tajuk “Building an Inclusive Museum: Listening to the World Beyond Words”. Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Museum Indonesia Tahun 2025 yang mengusung tema “Museum Berkelanjutan, Budaya Bermartabat,”.
Tujuan dari Sharing Session ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya dalam membangun komunikasi yang ramah dan inklusif bagi seluruh pengunjung. Kegiatan yang diselenggarakan pukul 08.00 – 11.30 WIB di Auditorium Museum Geologi ini diikuti oleh para pegawai Museum Geologi, tamu undangan dan peserta magang/PKL Museum Geologi. Dalam sambutannya, Kepala Museum Geologi, Raden Isnu Hajar Sulistyawan, S.T., M.T. menyampaikan bahwa Kegiatan Sharing Session kali ini merupakan wujud komitmen Museum Geologi dalam pelayanan yang inlusi serta penguatan kompetensi bagi para petugas pelayanan publiknya. Narasumber yang hadir adalah Nirna Nurlelah, S.Pd., Koordinator PUSBISINDO Jawa Barat dan Islamabad, S.Pd.I. atau sering disebut dengan Kang Dadial yang seorang peneliti Al-Quran Isyarat.
Dalam pemaparannya, Nirna memperkenalkan organisasi PUSBISINDO, Morfologi dan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia, Budaya Tuli dan Budaya Dengar serta Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas yang meliputi Hak Kebudayaan dan Pariwisata; Hak Aksesibilitas; dan Hak Pelayanan Publik. Hal tersebut perlu dijalankan oleh setiap instansi pelayanan publik seperti Museum Geologi. “Pentingnya untuk menguasai atau mempelajari Bahasa Isyarat khusus bagi petugas atau staf yang bekerja di sektor pelayanan public, seperti museum. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan, terutama mengenai koleksi museum, dapat tersampaikan dengan baik dan merata kepada seluruh pengunjung, termasuk mereka yang merupakan Teman Tuli, demi mewujudkan pelayanan yang inklusif dan berkeadilan”, tegas Nirna dalam pemaparannya.
Selain itu Nirna juga menjelasan budaya tuli dan budaya dengar serta sistem Bahasa Isyarat. Narasumber selanjutnya Kang Dadial mengajak para peserta untuk belajar Bahasa Isyarat Indonesia, mulai dari alfabet hingga kata dan frase yang kerap digunakan sehari-hari. Tidak lupa para peserta diajak mencoba untuk mempraktekan supaya dapat diterapkan dalam pelayanan publik di museum. Setelah kedua narasumber memberikan pemaparan tibalah sesi diskusi yang menarik dan interaktif. Dengan bantuan Juru Bahasa Isyarat (JBI), beberapa peserta melemparkan pertanyaan mengenai materi yang disampaikan dan tips dalam berkomunikasi dengan Teman Tuli.
NIrna Nurlelah, S.Pd. (kiri) dan Islamabad, S.Pd.I. (kanan)
Pada akhir sesi, Adisty Sri Mulianty, S.Si sebagai moderator menutup acara dengan pernyataan yang bagus, “mendengar tidak selalu dengan telinga, tapi juga dengan hati. Kita diajak memahami bahwa setiap gerak, setiap ekspresi, adalah bahasa yang menyimpan makna. Bahasa isyarat bukan sekadar alat komunikasi bagi teman Tuli, tapi wujud dari kepedulian dan empati”.
Hal ini menegaskan bahwa dalam pelayanan publik, terutama di Museum Geologi, kemampuan memahami bahasa isyarat bukan hanya soal keterampilan, melainkan tentang bagaimana kita menghargai setiap pengunjung, apa pun caranya berkomunikasi.
Untuk informasi lebih lanjut serta pembaruan kegiatan lainnya, kunjungi situs resmi Museum Geologi di museum.geologi.esdm.go.id atau ikuti akun resmi Museum Geologi di Instagram dan TikTok @museum_geologi.
Museum Geologi: Smart Museum. Smart People. Smart Nation!