sat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM kembali melaksanakan kegiatan Geoseminar pada tanggal 14 Juli 2020 dengan tema "Geo-heritage: the Earth We Live, the Only Heritage We Have" yang menghadirkan 2 narasumber, yaitu Ir. Dicky A. S. Soeria Atmadja, MEIE. dan Ruly Setiawan, S.T., Ph.D.. Geoseminar kali ini dimoderatori oleh Aries Kusworo, S.T., M.T. selaku Kepala Sub Bidang Geologi Dasar dan Terapan di Pusat Survei Geologi.
The Hidden Bali: Balinese Geospatial Intangible Heritage on a Map
Ir. Dicky A. S. Soeria Atmadja, MEIE. hadir sebagai narasumber pertama yang merupakan seorang principal cartographer di Center for Remote Sensing - Institut Teknologi Bandung dan juga selaku vice president dari International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) Indonesia. Materi yang dibawakan berjudul "The Hidden Bali: Balinese Geospatial Intangible Heritage on a Map" yang dilatarbelakangi oleh isu bergesernya trend pariwisata sebagai fenomena budaya baru dan adanya tempat wisata baru sebagai hidden sites di Bali. Pergeseran minat wisatawan yang berkunjung ke Bali menjadi wisata berbasis pengetahuan daripada berbasis layanan. Adapun terdapat 92 tempat wisata baru yang potensial diantaranya adalah Busung Biu, Bayung Gede Cultural Village, dan Pura Beji. Tempat wisata baru tersebut dibagi menjadi 10 kelas yang berbeda, yaitu wisata pantai; pura dan candi; puri dan istana; desa adat; museum; goa; tugu, monumen, dan prasasti; objek wisata air; objek wisata perbukitan; dan objek wisata lainnya.
Tujuan dari penyampaian materi ini adalah untuk mengenal suatu peta pembelajaran budaya yang berisi warisan geospasial dari budaya masyarakat Bali meliputi bentuk, ukuran, posisi, orientasi, tata ruang, warna, dan tipografi. Dalam aspek tata ruang, terdapat arsitektur khusus untuk rumah tradisional masyarakat Bali yang disebut dengan konsep sanga mandala. Inti dari konsep tersebut adalah untuk meletakkan bagian terpenting rumah pada sisi Utara atau Timur (utama) dan bagian kurang penting dari rumah pada sisi Selatan atau Barat (nista). Sisi tengah (madya) adalah untuk bagian rumah lainnya. Hal ini menjadikan tata ruang rumah tradisional masyarakat Bali sebagai referensi tata letak pada peta berdasarkan fungsi elemennya masing-masing.
Masyarakat tradisional Bali memiliki istilah orientasi tersendiri. Masyarakat Bali di wilayah selatan menyebut Utara sebagai 'Kaja'; Selatan sebagai 'Kelod'; Timur sebagai 'Kangin'; dan Barat sebagai 'Kauh'. Masyarakat Bali di wilayah utara menyebut Utara sebagai 'Kelod'; Selatan sebagai 'Kaja'; Timur sebagai 'Kangin'; dan Barat sebagai 'Kauh'. Perbedaan ini terjadi dikarenakan oleh 'Kaja' berarti pegunungan, sedangkan 'Kelod' berarti laut. Pegunungan di Pulau Bali terletak di tengah pulau dan masyarakat Bali menganggap pegunungan tersebut sebagai batas antara utara dan selatan.
Dalam aspek tipografi, masyarakat Bali mengenal aksara Bali sebagai alfabet bahasa Bali Austronesia, Jawa lama, dan Sansekerta. Aksara Bali sangat berhubungan dengan agama Hindu. Terdapat 18 huruf dasar dalam aksara Bali. Selain itu, masyarakat Bali mempunyai metode pengukuran jarak tersendiri, yaitu menggunakan antropometri. Antropometri merupakan pengukuran dan proporsi dari tubuh manusia. Sedangkan desain simbol untuk tempat wisata disesuaikan dengan bentuk aslinya dan model arsitektur khas Bali. Garis batas pada peta juga disesuaikan dengan pola khas Bali yaitu poleng. Poleng merupakan pola seperti papan catur berwarna hitam dan putih.
Masyarakat Bali yang beragama Hindu mempercayai bahwa para Dewa selalu menjaga keseimbangan antara Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (manusia). Dimana untuk mencapai keseimbangan keduanya, Dewa menjaga kestabilan dari 9 arah mata angin yang dikenal dengan konsep Dewata Nawa Sanga. Setiap arah mata angin memiliki Dewa yang berbeda dan warna yang khas. Setiap warna diambil sebagai warna simbol-simbol pada peta. Sedangkan dalam aspek topografi, Peta Topografi Pulau Bali sendiri menggunakan warna khas yang diambil dari warna kostum penari tradisional Bali, yaitu warna hijau (relief tinggi) dan emas / kuning (relief rendah).
Bring The Outdoors Inside : Pengembangan Pusat Informasi Geologi
Narasumber kedua adalah Ruly Setiawan, S.T., Ph.D, beliau merupakan peneliti di Pusat Survei Geologi. Materi yang dipresentasikan oleh beliau adalah terkait mengenai pengembangan Pusat Informasi Geologi di beberapa daerah di Indonesia. Ruly Setiawan, S.T., Ph.D menjelaskan maksud dari Pusat Informasi menurut KBBI adalah suatu tempat yang terbuka untuk umum, melayani masyarakat, yang digunakan untuk memberikan informasi bersifat umum atau khusus dan berfungsi sebagai sarana edukasi maupun parwisata.
Pusat Informasi Geologi (PIG) bertujuan untuk sarana edukasi, penelitian dan wisata dengan mengedepankan pelayanan publik kepada masyarakat terkait informasi fenomena dan sejarah geologi di daerahnya. Pembangunan Pusat Informasi Geologi ini bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat dan selanjutnya juga akan dikelola oleh pemerintah daerah tersebut. Informasi yang ditampilkan pada Pusat Informasi Geologi terdiri dari 5 aspek, yang pertama adalah aspek kerangka geologi terkait formasi batuan, stratigrafi, sejarah geologi, tektonik, bentang alam dan kebencanaan. Aspek kedua adalah sejarah kehidupan yang menjelaskan mengenai keberagaman fosil invertebrata dan vertebrata, keragaman fosil tumbuhan dan kehidupan manusia purba. Aspek ketiga menjelaskan mengenai potensi sumber daya geologi seperti mineral dan bahan galian, batubara, migas dan panas bumi. Aspek keempat terkait mengenai pemanfaatan dalam sektor pertambangan, energi baru terbarukan dan geowisata. Aspek terakhir yang ditampilkan pada Pusat Informasi Geologi adalah aspek konservasi, menerangkan keberagaman geologi (geodiversity), warisan geologi (geoheritage) dan taman bumi (geopark).
Pada tahun 2019, Pusat Informasi Geologi (PIG) telah dibangun di Pulau Belitung, Nusa Tenggara Barat (NTB), Soa dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pembangunan Pusat Informasi Geologi memanfaatkan bangunan milik pemerintah daerah dengan memperhatikan estetika interior maupun eksterior. Rencana pembangunan Pusat Informasi Geologi tahun 2020 adalah di Natuna dan Pangkep, tahun 2021 di Sumbar dan Kalimantan Selatan dan di tahun 2022 di Banyuwangi dan Tambora.
Ruly Setiawan, S.T., Ph.D menjelaskan bahwa pemerintah pusat dalam hal ini kementerian ESDM berperan dalam pembangunan geopark tahap lanjut dengan membangun Pusat Informasi Geologi di wilayah geopark nasional tersebut. Namun peran pemerintah pusat sangat bergantung juga dengan pemerintah daerah, terutama komitmen pemerintah daerah pasca pembangunan agar kemanfaatannya dapat optimal, selain itu perlu diperhatikan pula kondisi saat ini keterbatasan tenaga geologi di daerah untuk menyampaikan informasi geologi di daerahnya.
atau copy dan paste link berikut pada browser anda
https://bit.ly/Geoseminar14Juli2020