By. Husin Setia
Nugraha*
On December 16, 2024, the Head of the Geological Agency officially
issued Decree Number 145.K/GL.04/BGL/2024 concerning Technical Guidelines
for the Calculation of Geothermal Potential and Direct Utilization at the
Center for Mineral, Coal, and Geothermal Resources (PSDMBP). This decree
represents a strategic step by the government to ensure that the management of
geothermal energy potential, particularly for direct use, is conducted in an
accountable, effective, and efficient manner. Essentially, this guideline
introduces a standardized approach for evaluating, estimating, and managing
geothermal resources as a driver for local economic growth and the national
energy transition.
The development of these guidelines is rooted in Law No. 21 of 2014 on
Geothermal Energy, specifically referring to Article 6(1)(f) and (g), which
assign the government the responsibility to manage geological data and
information on geothermal potential, as well as to conduct resource and reserve
inventorying and compilation. Similar responsibilities are granted to local
governments as stated in Articles 7 and 8, including the management of direct
geothermal energy use. As such, a structured technical reference is required to
guide the calculation, analysis, and evaluation of geothermal potential and
utilization levels.
Indonesia, lying along the Pacific Ring of Fire, possesses vast untapped
geothermal resources, making it one of the countries with the highest
geothermal potential globally. Geothermal energy has been primarily utilized
for electricity generation through steam power plants. However, geothermal
energy can also be used directly for various local needs, such as agricultural
product drying, food processing, and hot spring tourism facilities. This type
of utilization is cost-efficient, inclusive, and supportive of local economic
empowerment.
Direct utilization of geothermal energy offers immediate benefits to
local communities. For example, a village with natural hot springs could
transform the resource into a tourist destination, health spa, or energy supply
for agricultural processing if managed properly. Currently, the lack of
standardized data formats, reliable calculation methods, and established
technical references has left much of this potential underutilized. This
uncertainty discourages investors and hampers the government’s ability to plan
effectively.
To address these challenges, the Geological Agency—through its Geothermal
Resources and Reserves Prospecting and Evaluation Working Team of
PSDMBP—developed comprehensive technical guidelines. Finalized in 2024, these
guidelines align with the regulatory framework for direct utilization and are
designed to support the drafting of relevant ministerial regulations. Its
primary goal is to establish a standardized methodology for calculating
geothermal potential and utilization that is both scientifically sound and
attract investment.
This technical guideline reinforces the mandate of Law No. 21 of 2014 on Geothermal Energy, which empowers both central and regional governments to manage data, information, and inventories of geothermal potential and reserves. Substantively, the Technical Guidelines on Procedures for Calculating Potential and Utilization of Direct Geothermal Energy introduce a new classification system that divides geothermal potential into two main categories: resources and reserves.
Resources are classified into indicated and measured classes, while
reserves are categorized into inferred and proven classes. This classification
is based on the completeness of available data, ranging from temperature and
flow rate information to feasibility studies and the existence of utilization
facilities. Each category has a calculation formula expressed in Megawatts
thermal (MWt), taking into account geothermal fluid temperature, flow rate, and
the temperature difference between the inlet and outlet of the facility. To
maintain a conservative approach to efficiency, the maximum temperature
difference used in the calculation is limited to 25°C.
The guidelines also set out a methodology for calculating geothermal
utilization based on four main parameters: installed capacity, capacity factor,
annual utilization, and the capacity-to-proven reserve ratio. Installed
capacity reflects the actual thermal energy used in a facility after accounting
for heat losses from convection, evaporation, and environmental factors. The
capacity factor indicates the efficiency of utilization time within a year,
while annual utilization measures the total energy consumed. The
capacity-to-proven-reserve ratio shows the proportion of energy used compared
to total available potential. These combined parameters ensure that
calculations are not only quantitative but also provide an evaluative
perspective on management effectiveness.
Implementation of these technical guidelines has already begun with a nationwide
re-inventory of geothermal direct-use (GDU) potential. By the end of 2024, an
estimated 230 MWt of direct-use potential had been identified from 201
prospects, representing 56% of Indonesia’s total 362 geothermal prospects. Of
this, 8.1 MWt has been classified as proven reserves due to active utilization.
This data serves as a catalyst for exploring the remaining 44% of prospects
that have yet to be studied in depth but hold tremendous opportunities for
future economic development.
The development of this technical guideline marks only the beginning of
a more comprehensive technical framework. Accordingly, the Geological Agency is
also preparing two additional technical guidelines: Guidelines for Resource
Survey and Sampling, and Guidelines for Reserve Feasibility Studies.
These documents are designed to complement the existing guideline and establish
an integrated system that spans from field data collection to investment
feasibility assessments. Together, these three documents will form a trilogy of
technical references that serve as the foundation for nationwide geothermal
direct-use management.
With this structured approach, geothermal energy management will no
longer be experimental or ad hoc. The process will become measurable,
strategic, and replicable across regions. These guidelines are not only
intended as an internal reference for PSDMBP, but are also expected to gain
broader adoption and be elevated to the status of an Indonesian National
Standard (SNI). Through this framework, geothermal energy can become a
tangible, impactful resource for strengthening local economies, advancing national
energy security, and propelling Indonesia toward a clean, inclusive, and
energy-sovereign future.
*Head of the Technical Guidelines Drafting Team on Procedures for
Calculating the Potential and Utilization of Direct Geothermal Energy, PSDMBP,
the Geological Agency.
Panduan untuk Memanfaatkan Panas Bumi secara
Langsung
Oleh. Husin Setia Nugraha*
Pada 16 Desember 2024, Kepala
Badan Geologi secara resmi menetapkan Keputusan Nomor 145.K/GL.04/BGL/2024
tentang “Petunjuk Teknis Tata Cara Penghitungan Potensi dan Utilisasi
Pemanfaatan Langsung Panas Bumi pada Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas
Bumi (PSDMBP)”. Keputusan ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk
memastikan bahwa pengelolaan potensi energi panas bumi, khususnya untuk
pemanfaatan langsung, dilakukan secara akuntabel, efektif, dan efisien. Dengan
kata lain, petunjuk teknis ini mendefinisikan ulang cara untuk melihat,
menghitung, dan mengelola energi panas bumi sebagai sumber daya yang dapat
mendorong ekonomi lokal dan transisi energi nasional.
Adapun yang menjadi latar
belakang dari lahirnya petunjuk teknis ini adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2014 tentang Panas Bumi, terutama mengacu kepada kepada Pasal 6 ayat 1 huruf
(f) dan (g). Pada peraturan tersebut disebutkan bahwa pemerintah memiliki tanggung
jawab dalam mengelola data serta informasi geologi dan potensi panas bumi,
serta inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya serta cadangan. Hal
serupa juga menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam batas wilayahnya
sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 dan 8. Kegiatan tersebut juga meliputi
pemanfaatan langsung energi panas bumi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
petunjuk teknis sebagai acuan dalam menghitung, menganalisis, dan mengevaluasi
potensi serta tingkat pemanfaatan langsung panas bumi.
Fakta tak terbantahkan bahwa
di bawah hamparan Cincin Api, tanah air Indonesia menyimpan kekayaan panas bumi
yang belum seluruhnya dimanfaatkan. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai salah
satu negara dengan kapasitas panas bumi terbesar di dunia. Selama ini,
pemanfaatan panas bumi dikenal luas dalam bentuk konversi menjadi energi
listrik melalui pembangkit uap. Akan tetapi, terdapat sisi lain dari energi ini
yang dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Secara langsung,
energi panas dari bumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti
pengeringan hasil pertanian, pengolahan makanan, fasilitas wisata air panas,
dan lain-lain. Potensi ini bersifat inklusif, murah, dan dapat mendukung
pemberdayaan ekonomi lokal.
Pemanfaatan langsung panas bumi menjadi sangat penting karena dapat langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Bayangkan sebuah desa yang memiliki sumber air panas alami. Dengan pengelolaan yang tepat, sumber tersebut bisa menjadi magnet wisata, pusat spa kesehatan, atau energi untuk pengolahan hasil pertanian. Selama ini pemanfaatan panas bumi secara langsung masih belum optimal. Tanpa keseragaman format data, metode penghitungan yang akurat, atau acuan teknis yang baku, mengakibatkan banyak potensi panas bumi untuk penggunaan langsung yang terabaikan begitu saja. Hal tersebut membuat banyak investor menjadi ragu, serta membuat pemerintah kesulitan dalam menyusun perencanaan yang terukur.
Untuk menjawab tantangan itu,
Badan Geologi melalui PSDMBP meluncurkan petunjuk teknis yang disusun oleh Tim
Kerja Keprospekan dan Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Panas Bumi. Dokumen ini difinalisasi pada
2024 setelah melalui proses sinkronisasi dengan konsep regulasi pemanfaatan
langsung dan penyusunan draf peraturan menteri terkait. Tujuan utamanya adalah
menyediakan metode yang seragam dalam penghitungan potensi dan utilisasi panas
bumi agar hasilnya dapat diterima secara ilmiah dan menarik investasi.
Keberadaan petunjuk teknis ini sekali lagi memperkuat amanat
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi yang memberikan kewenangan
kepada pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola data, informasi, serta
inventarisasi potensi dan cadangan panas bumi.
Secara substansi, Petunjuk
Teknis Tata Cara Penghitungan Potensi dan Utilisasi Pemanfaatan Langsung Panas
Bumi memperkenalkan sistem klasifikasi baru yang membagi potensi panas bumi
menjadi dua kategori besar, yaitu sumber daya dan cadangan. Kategori sumber daya
mencakup kelas terindikasi dan terukur, sementara cadangan mencakup kelas terduga
dan terbukti.
Pembagian tersebut didasarkan pada tingkat kelengkapan data, mulai dari ketersediaan informasi suhu dan debit, hingga hasil studi kelayakan dan eksistensi instalasi utilisasi. Masing-masing kategori memiliki rumus penghitungan dengan satuan Megawatt termal (MWt), yang mempertimbangkan suhu fluida panas bumi, debit, dan selisih suhu antara inlet dan outlet instalasi. Untuk menjaga pendekatan konservatif terhadap efisiensi, perbedaan suhu maksimum yang digunakan dalam perhitungan dibatasi hingga 25°C.
Dalam petunjuk teknis ini pun
diatur metode penghitungan utilisasi panas bumi berdasarkan empat parameter
utama, yaitu kapasitas terpasang, faktor kapasitas, utilisasi tahunan, dan
rasio kapasitas terhadap cadangan terbukti. Kapasitas terpasang mencerminkan
energi panas yang benar-benar dimanfaatkan dalam instalasi setelah dikurangi
kehilangan panas akibat konveksi, evaporasi, serta faktor lingkungan lainnya.
Faktor kapasitas menunjukkan efisiensi waktu pemanfaatan dalam setahun,
sementara utilisasi tahunan memberikan gambaran seberapa besar energi yang
digunakan. Rasio kapasitas terhadap cadangan menunjukkan proporsi energi yang
telah digunakan dibandingkan dengan total potensi yang tersedia. Kombinasi
keempat parameter ini menjadikan penghitungan tidak hanya kuantitatif tetapi
juga evaluatif terhadap efektivitas pengelolaan.
Implementasi nyata dari pedoman ini sudah dimulai dengan inventarisasi
ulang potensi pemanfaatan
langsung panas bumi (Geothermal Direct Use, GDU) di seluruh Indonesia. Hingga akhir 2024,
tercatat potensi pemanfaatan langsung sebesar 230 MWt dari 201 prospek yang
telah diinventarisasi yang mencakup 56% dari total 362 prospek panas bumi
nasional. Dari jumlah tersebut 8,1 MWt ditetapkan sebagai cadangan terbukti
karena sudah dimanfaatkan secara aktif. Data ini sekaligus menjadi pendorong bagi penggalian potensinya
yang tersisa, yaitu 44% prospek lainnya yang belum dikaji lebih lanjut tetapi menyimpan peluang luar biasa bagi pengembangan
ekonomi di masa mendatang.
Langkah penyusunan petunjuk
teknis tentu
saja merupakan
awal dari kerangka kerja teknis yang lebih menyeluruh. Oleh karena itu, Badan Geologi menyiapkan pula dua petunjuk teknis lanjutannya, yakni Petunjuk Teknis Survei Sumber Daya dan
Pengambilan Sampel
serta Petunjuk
Teknis
Studi Kelayakan Cadangan. Keduanya dirancang untuk melengkapi pedoman
yang telah ditetapkan, serta menciptakan sistem yang terintegrasi dari tahap
pengumpulan data lapangan hingga kelayakan investasi. Ketiga dokumen tersebut akan membentuk trilogi
panduan teknis yang menjadi dasar bagi pengelolaan panas bumi untuk penggunaan
langsung secara nasional.
Dengan adanya pedoman-pedoman teknis yang terstruktur ini, pengelolaan energi panas bumi tak lagi
bersifat eksperimental. Prosesnya
akan dapat diukur,
direncanakan, dan direplikasi di berbagai wilayah. Harapannya, pedoman ini
tidak hanya menjadi acuan internal di PSDMBP, melainkan dapat pula diadopsi secara luas sekaligus ditingkatkan statusnya menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan
begitu, panas bumi menjadi sumber daya yang nyata untuk membangun ekonomi lokal, memperkuat ketahanan energi,
dan mendorong Indonesia menuju masa depan yang bersih, inklusif, dan berdaulat
energi.
*Ketua Tim Penyusun Petunjuk Teknis Tata Cara Penghitungan Potensi dan Utilisasi Pemanfaatan Langsung Panas Bumi pada Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP).
Keterangan foto: Endapan Travertin dan kolam air panas yang dimanfaatkan untuk wisata dan pemandian air panas di Tirta Sayaga, Bogor. Sumber: Sukaesih.