Wilayah Mamuju berkaitan erat dengan kerajaan Mamuju di masa lalu. Masyarakat Mamuju adalah sekelompok warga yang tergabung dalam sejarah panjang pembentukan Kerajaan Mamuju di kawasan pantai barat Pulau Sulawesi dan adat istiadatnya masih terus berlangsung sampai saat ini. Sehingga membentuk dasar kebudayaan tersendiri dan mungkin berbeda dengan wilayah lainnya di Pulau Sulawesi. Dari berbagai sumber studi pustaka diperkirakan pada awal Abad 16 terdapat 41 kelompok masyarakat yang dipimpin oleh seorang ketua adat dan disebut sebagai Tomakaka dengan luas dan batas wilayah yang disebut Katomakaan. Bahasa yang digunakan dikenal sebagai Bahasa Mandar, sedangkan kegamaan menganut kepercayaan kepada Tuhan dan agama Hindu. Perkembangan sistem pemerintahan berubah menjadi kerajaan-kerajaan kecil berjumlah 17 kerajaan. Karena konflik dan pertikaian yang berkepanjangan, setiap kerajaan membentuk koalisi sesuai kepentingannya, hingga akhirnya salah seorang raja terkuat bernama Tarapati Toma’dua atau Tonileo dari kerajaan Langga Monar menggabungkan Kerajaan Kuri-kuri sebagai awal berdirinya Kerajaan Mamuju. Kila (2019) menyatakan bahwa salah satu keturunan atau cucu Raja Tarapati bernama Lasalaga Mattolabali mengubah nama kerajaan menjadi Kerajaan Mamuju dan mengalami masa kejayaan yang panjang. Pada Abad ke-19 Kerajaan Mamuju berubah menjadi kerajaan yang menganut ajaran Islam hingga sekarang (Somba, 2020). Bau Akram Dai adalah Raja atau Maradika Mamuju ke-17 saat ini dan dilantik melalui prosesi adat Mamuju pada tanggal 15 September 2021.
Hasil survei di permukiman penduduk masih menyisakan beberapa bangunan rumah adat dengan arsitektur rumah panggung dan masjid-masjid di masa itu. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan sejarah dan perkembangan wilayah Mamuju yang mungkin pernah mengalami peristiwa bencana gempa bumi, tsunami dan banjir di masa lalu. Dengan kata lain, mitigasi bencana geologi sepertinya telah dilakukan oleh masyarakat dan penguasa Mamuju untuk melindungi rakyatnya. Gempa bumi Resen (neotektonik) didefinisikan sebagai dampak aktivitas tektonik yang telah berlangsung pada awal Holosen (10.000 tahun yang lalu) dan akan terus berlangsung di masa depan di seluruh wilayah Indonesia termasuk Kabupaten Mamuju. Hal ini telah dibuktikan dengan peristiwa gempa bumi yang melanda wilayah Mamuju dan sekitarnya pada tahun 2021 dengan kekuatan 6,2 M dan tahun 2022 dengan kekuatan 5,6 M. Mitigasi bencana gempa bumi terus dilakukan hingga saat ini melalui berbagai kajian dan kolaborasi para ahli kebumian dan lembaga (pemerintah dan nonpemerintah).