Sumber energi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia dan
kemajuan suatu bangsa. Energi adalah penggerak utama roda produksi yang
menopang aktivitas ekonomi. Ketersediaan energi yang cukup dan stabil menjadi
fondasi ketahanan nasional, agar Indonesia bisa mandiri dan tidak mudah
terpengaruh tekanan dari negara lain. Akses energi yang merata juga jadi syarat
penting untuk pemerataan pembangunan di seluruh wilayah.
Pemanasan global yang terjadi akibat pemanfaatan energi fosil di era
industri telah menyadarkan banyak pihak akan pentingnya beralih ke sumber
energi yang lebih ramah lingkungan. Transisi dari energi fosil ke energi
terbarukan terus digaungkan di seluruh dunia. Indonesia pun perlu ikut
beradaptasi agar tetap kompetitif secara ekonomi sekaligus berkontribusi
menjaga kelestarian bumi. Salah satu opsi energi terbarukan yang menjanjikan
adalah hidrogen.
Tahukah kamu, bahwa hidrogen bisa dihasilkan dari berbagai proses dan
sumber berbeda? Dan tahukah kamu juga, bahwa jenis hidrogen yang berbeda
memiliki tingkat emisi karbon yang berbeda pula? Sebagai salah satu unit di
bawah Badan Geologi, Pusat Survei Geologi berkomitmen untuk aktif mendukung
pengembangan energi hidrogen di Indonesia. Peran utama kami adalah menyediakan
data geologi yang dibutuhkan untuk eksplorasi hidrogen. Nah, sebelum lebih
jauh, yuk kita kenalan dulu dengan jenis-jenis hidrogen berdasarkan “kode
warnanya”.
Apa
Itu Kode Warna Hidrogen?
Para ahli mengembangkan sistem “kode warna” untuk mengelompokkan
jenis-jenis hidrogen berdasarkan sumber dan cara pembuatannya. Pengenalan kode
warna ini penting supaya kita bisa memahami potensi dan tantangan pengembangan
energi hidrogen, terutama dalam konteks lingkungan dan ekonomi.
Hidrogen hitam dibuat dari batu bara jenis antrasit, sedangkan hidrogen coklat
berasal dari batu bara lignit yang lebih muda dan berair. Proses produksinya
melibatkan gasifikasi batu bara, yang menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2)
dan karbon monoksida (CO) yang tinggi. Karena dampak lingkungan yang serius,
produksi hidrogen hitam dan hidrogen coklat belum menjadi prioritas Indonesia,
meskipun negara kita memiliki cadangan batu bara melimpah.
Hidrogen abu-abu dihasilkan dari gas alam melalui proses reformasi uap metana (Steam
Methane Reforming/SMR). Meskipun proses ini lebih murah, tapi tetap
menghasilkan CO2 sebagai produk sampingan sehingga kurang ramah
lingkungan. Saat ini, hidrogen abu-abu masih banyak digunakan di industri dalam
negeri, terutama sebagai bahan baku pembuatan pupuk. Menurut Institute for
Essential Services Reform (IESR), konsumsi hidrogen abu-abu di Indonesia
mencapai 1,7 juta ton pada tahun 2023.
Hidrogen biru diproduksi dengan cara yang mirip hidrogen abu-abu, yakni dari
reformasi gas alam. Perbedaannya adalah hidrogen biru menggunakan teknologi
penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS)
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan demikian, hidrogen biru lebih
ramah lingkungan dibandingkan hidrogen abu-abu. Saat ini, PT Pertamina dan PT
Pupuk Indonesia tengah berkolaborasi mengembangkan produksi hidrogen biru di
Indonesia.
Bersambung…
Penulis : Ronaldo Irzon
Penyunting : Tim Scientific Board – PSG