Rahasia Energi Bumi: Jejak Plankton di Balik Minyak dan Gas

Pernahkah kita berpikir dan bertanya-tanya, dari manakah asal bensin yang sering kita pakai dalam menjalani aktivitas sehari-hari? Jawabannya adalah dari minyak dan gas bumi yang terbentuk jauh di dalam tanah selama jutaan tahun yang lalu. Tapi bagaimana bisa minyak dan gas tersebut “terjebak” di bawah permukaan bumi dan tidak keluar begitu saja?

Banyak orang mengira minyak dan gas hanya berasal dari pohon purba atau dinosaurus yang terkubur. Padahal, kenyataannya minyak dan gas dapat terbentuk dari mikroorganisme laut yang disebut plankton, seperti alga dan hewan kecil yang hidup mengapung di lautan atau danau jutaan tahun yang lalu.

Ketika plankton mati, jasadnya tenggelam ke dasar laut. Jika kondisi perairan miskin oksigen, sisa-sisa plankton tersebut tidak cepat hancur, melainkan bercampur dengan lumpur halus (clay). Seiring waktu, timbunan ini tertutup oleh sedimen baru hingga akhirnya berubah menjadi batuan serpih organik atau batuan sumber, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.

Di dalam bumi, timbunan tersebut terus terkubur lebih dalam sehingga mengalami tekanan dan panas yang semakin besar. Pada kondisi tertentu, bahan organik di dalam batuan sumber perlahan berubah menjadi kerogen—zat padat yang kaya energi. Jika suhunya mencapai sekitar 90–160 °C, kerogen mulai terurai menjadi minyak dan gas. Proses ini hanya terjadi dalam rentang suhu tertentu yang disebut “jendela minyak.”

Setelah terbentuk, minyak dan gas cenderung bergerak naik karena massa jenisnya lebih ringan dibandingkan air di dalam pori-pori batuan. Mereka merembes melalui celah-celah kecil, mirip seperti air yang meresap dalam spons. Namun, pergerakan ini bisa terhenti jika ada batuan penutup (seal) yang kedap.

Nah, di bawah lapisan kedap inilah minyak dan gas akhirnya terjebak di dalam batuan reservoir yang berpori. Akumulasi migas yang terjebak inilah yang kemudian kita bor dan manfaatkan sebagai sumber energi penting dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, struktur alam yang menahan minyak dan gas ini disebut perangkap migas, seperti diilustrasikan pada Gambar 2. Ada beberapa jenis perangkap, antara lain:

  1. Perangkap Stratigrafi; terbentuk karena perubahan fasies batuan atau ketidakselarasan (unconformity). Minyak dan gas terjebak karena adanya lensa batuan reservoir yang dibatasi oleh batuan penutup (cap rock) yang impermeabel. Contoh: lapisan pasir yang tertutup oleh serpih.
  2. Perangkap Struktural; disebabkan oleh deformasi geologi seperti lipatan (anticlinal trap) atau patahan (fault trap). Minyak dan gas bermigrasi ke bagian puncak struktur dan terperangkap di bawah batuan penutup.
  3. Perangkap Kombinasi; merupakan gabungan dari perangkap stratigrafi dan struktural. Contohnya, akumulasi hidrokarbon yang terperangkap di sisi struktur lipatan tetapi juga diperkuat oleh perubahan fasies batuan.
  4. Perangkap Hidrodinamik; terjadi akibat pergerakan air tanah (groundwater) yang cukup kuat sehingga terjadi kontak antara minyak, gas, dan air. Akibatnya, minyak dan gas tidak hanya terperangkap karena struktur atau stratigrafi, tetapi juga oleh aliran fluida bawah permukaan.

Tanpa perangkap ini, minyak dan gas akan terus naik ke permukaan dan menguap, sehingga tidak bisa dikumpulkan dan dimanfaatkan.

Setelah memahami bagaimana minyak dan gas bisa terjebak, langkah selanjutnya adalah bagaimana manusia menemukannya. Untuk itu, para ahli geologi melakukan eksplorasi menggunakan teknologi canggih seperti gelombang seismik dan pengeboran sumur yang kemudian diuji di laboratorium. Jika hasilnya positif, barulah dilakukan pengeboran produksi untuk mengalirkan minyak dan gas ke permukaan.

Salah satu tugas dan fungsi Pusat Survei Geologi (PSG) – Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral adalah berperan aktif dalam memperbarui status peta cekungan sedimen Indonesia, meningkatkan daya tarik investasi, serta menata dan memperkuat basis data geologi migas nasional. Selain itu, PSG juga menjadi rujukan nasional dalam penyediaan data dan informasi geologi, sehingga kebijakan energi berbasis migas dapat dibuat dengan landasan ilmiah yang kuat. Upaya ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita yang menargetkan swasembada energi. Kemandirian energi merupakan salah satu pilar kekuatan dan kemajuan bangsa, sehingga peran PSG sangat strategis dalam mewujudkan Ketahanan Energi Nasional Indonesia.

Jadi, minyak dan gas bumi yang kita pakai setiap hari sebenarnya adalah energi dari masa lalu, yang tersimpan rapi di dalam bumi berkat proses alami yang sangat panjang. Mengetahui bagaimana mereka terjebak di alam membantu kita memahami pentingnya ilmu geologi, eksplorasi, dan pemanfaatan energi secara bijak.

Referensi

1.       Soltan, R., AL-Dujaili, A. N., Zhaksylyk, D., Auyelkhan, Y., Tileuberdi, N., & Nuraje, N. (2025). Exploring the Viability of Underground Gas Storage Facilities in Southeastern Kazakhstan: Ensuring a Stable Gas Supply for Almaty, the Nation's Largest Metropolis. Engineered Science35, 1487.

2.       Wendebourg, J., Biteau, J. J., & Grosjean, Y. (2018). Hydrodynamics and hydrocarbon trapping: Concepts, pitfalls and insights from case studies. Marine and Petroleum Geology, 96, 190-201.

3.       Handbook “Exploring Geology 4th Edition” by Stephen Reynolds, McGraw-Hill Education, 2015

4.       https://energyeducation.ca/encyclopedia/Oil_and_gas_traps#cite_note-3( August, 2025)

5.       https://geologylearn.blogspot.com/2016/03/oil-and-gas.html ( August, 2025)

Penulis               : Asep Rohiman

Penyunting        : Tim Scientific Board - PSG



Ikuti Berita Kami