SIARAN PERS KONDISI GEOLOGI DATARAN PANTAI DEMAK

Wilayah pantai atau dataran pantai (coastal peneplain) merupakan wilayah paling dinamis yang dibentuk oleh proses geologi, kondisi oseanografi dan klimatologi. Secara umum proses pembentukannya masih berlangsung hingga sekarang melalui proses- proses: transportasi, pengendapan dan konsolidasi sedimen, sehingga rawan terhadap bencana banjir rob, penurunan tanah (land subsidence), dan abrasi. Badan Geologi (BG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mempunyai tugas dan fungsi melakukan penyelidikan geologi termasuk di wilayah pantai.

 
Daerah Demak dan sekitarnya secara umum didominasi dan disusun oleh endapan Kuarter berupa endapan aluvial pantai/aluvium. Hasil survei geofisika bawah permukaan yang dilakukan oleh BG, menunjukkan bahwa terdapat sedimen bersifat lunak dan tebal. Hal ini dibuktikan dengan pemboran di dataran aluvium, hingga kedalaman 100 m didominasi oleh lapisan lempung lunak dalam kondisi normally consolidated dengan sedikit sisipan pasir lepas. Kondisi ini menyebabkan mudah mengalami pemampatan alamiah maupun pemampatan oleh karena beban antropogenik yang dikerjakan pada wilayah tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan tanah (land subsidence). Di daerah pesisir Demak kecepatan land subsidence diperkirakan berkisar 5-11 cm/tahun. Beberapa tempat di daerah pesisir memiliki elevasi yang lebih rendah dibanding muka air laut, sehingga bila terjadi banjir rob akan menjorok jauh masuk ke daratan.

 
Meski terjadi penurunan tanah di daerah Demak dan sekitarnya, Selat Muria bukan berarti akan terbentuk kembali dalam waktu dekat. Banjir saat ini yang lama surut, lebih dipengaruhi oleh iklim yakni curah hujan yang tinggi, adanya kerusakan infrastruktur



(tanggul) dan kondisi lapisan tanah dibawah permukaan yang didominasi lapisan lempung lunak yang cenderung bersifat impermeable sehingga lama meloloskan air. Selain itu, terjadinya banjir rob juga menyebabkan banjir yang cukup tinggi di daerah pesisir dan akan mengalami genangan yang cukup lama.

 
Secara teori, Selat Muria mungkin saja terbentuk kembali, yakni apabila terjadi proses geologi yang dahsyat, misalnya terjadinya gempa bumi tektonik berkekuatan sangat besar yang menyebabkan terjadinya amblasan tiba-tiba (graben) dan mencakup areal yang luas. Graben tersebut merupakan bahaya ikutan (collateral hazard) dari kejadian gempa bumi selain dari bahaya guncangan dan sesar permukaan (fault surface rupture). Land Subsidence atau penurunan tanah tidak cukup sebagai faktor penyebab Selat Muria terbentuk kembali. Jikapun terjadi akan memerlukan waktu yang sangat lama (skala waktu geologi; ratusan sampai ribuan tahun) dan kecepatan penurunannya harus seragam mulai dari Demak hingga Pati. Fakta di lapangan memperlihatkan terdapat perbedaan kecepatan penurunan tanah, dimana pada daerah pesisir lebih cepat dibanding daratan.

 
Beberapa perkiraan faktor dominan kemungkinan akan kembali terbentuknya Selat Muria adalah terjadinya penurunan muka tanah yang besar yang juga disertai kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim serta terganggunya pola aliran sungai karena elevasi daratan lebih rendah dibanding muka air laut.
 
 

 
Kepala Badan Geologi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 
Dr. Ir. Muhammad Wafid A.N., M.Sc.

Ikuti Berita Kami