Pusat Survei Geologi (PSG), Badan Geologi KESDM menggelar Seminar "Strategi Mitigasi Gunungapi Anak Krakatau di Kawasan Selat Sunda" pada Senin (21/01/2019) di Ruang Sarulla Kementerian ESDM Jakarta.
Dihadiri oleh lebih dari 250 peserta dari unit eselon 1 di lingkungan KESDM, Kementerian dan Lembaga terkait, swasta, civitas akademika. Seminar dibuka oleh Ignasius Jonan Menteri ESDM dan dihadiri pula oleh Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
"Bencana geologi mayoritas merupakan bencana alam yang harus ditangani secara sungguh-sungguh. Bencana geologi itu tidak bisa dihalangi terjadi dan tidak bisa diprediksi secara tepat kapan ia akan datang. "Yang harus dilakukan adalah memitigasi bencana tersebut dan itu sebetulnya tujuan dari seminar ini diadakan. Para ahli tidak boleh mengutamakan ego pribadi dan ego instansi apalagi membahas kebencanaan, " tegas Jonan.
Sinergi diperlukan antar instansi terkait untuk kepentingan masyarakat banyak, karena hasil penelitian akan lebih kaya daripada pendapat satu instansi. Ahli yang dimiliki Badan Geologi itu spesifik ilmunya sehingga diperlukan ilmu dan pendapat ahli lain agar tujuan utama keselamatan masyarakat dapat dilakukan. "Mitigasi bencana geologi itu sekali lagi adalah bukan untuk memprediksi secara tepat tapi untuk mengurangi korban jiwa dan harta benda," tegas Jonan.
Seminar ini menghadirkan dua orang narasumber ahli gunung api dari Badan Geologi yaitu Dr. Ir. Hendra Gunawan dengan tema "Aktivitas Gunungapi Anak Krakatau dan Strategi Pemantauannya" sedangkan Dr. Mamay Sumaryadi menyajikan "Letusan Gunungapi Anak Krakatau dan Perubahan Morfologinya".
Menurut Dr. Hendra Gunawan, Gunung Anak Krakatau (GAK) mengalami perubahan morfologi yang diketahui dari pemantauan dengan menggunakan citra satelit. PVMBG Badan Geologi terus memantau secara realtime aktivitas vulkanik Gunungapi Anak Krakatau. Strategi pemantauan menggunakan peralatan kegempaan, deformasi dan kamera CCTV. Peralatan tersebut dipasang di sekitar GAK yaitu di Pulau Panjang, Pulau Rakata dan Pulau Sertung.
Sementara itu Dr. Mamay Sumaryadi menjelaskan, bahwa dengan membandingkan dinamika dan karakteristik letusannya dengan Gunungapi Krakatau 1883, maka letusan GAK 2018 sebenarnya jauh lebih kecil dari letusan Krakatau 1883. Pemantauan harus terus ditingkatkan untuk meminimalisir dampak di masa depan.
Penyusun: Titan Roskusumah