LAPORAN PENYELIDIKAN GERAKAN TANAH DI DESA LABUKU, KECAMATAN MAIWA, KABUPATEN ENREKANG, SULAWESI SELATAN

Bersama ini kami sampaikan laporan hasil pemeriksaan gerakan tanah di Desa Labuku, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, berdasarkan surat permintaan dari Bupati Enrekang nomor : 362/2094/SETDA/2022 tanggal 12 September 2022 tentang Permohonan Penelitian Gerakan Tanah di Kecamatan Maiwa, sebagai berikut:

A.Kondisi Daerah Bencana

1.Lokasi dan Waktu Kejadian Gerakan Tanah

Lokasi gerakan tanah berada di Desa Labuku, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Gerakan tanah merupakan blok besar dari atas pemukiman sampai mendekati sungai. berada Secara geografis, pada koordinat 119?55'37,494"E dan 3?38'51,616" LS. Berdasarkan informasi dari warga setempat gerakan tanah di daerah ini mulai terjadi pada tanggal 30 Agustus 2022. Sebenarnya lokasi tersebut pernah terjadi pergerakan pada tahun 1960, kemudian warga mengungsi dan balik lagi ke lokasi bencana tersebut. Setelah 62 tahun kemudian pergerakan terjadi lagi dan merusak jalan, rumah dan pemukiman. Pada saat penyelidikan gerakan tanah masih terjadi pergerakan dilokasi tersebut.

2.Kondisi Daerah Bencana

  • Morfologi
Secara umum morfologi di Desa Labuku dan sekitarnya merupakan daerah perbukitan berelief kuat dengan kemiringan lereng curam - sangat terjal. Daerah bencana berada pada lereng curam dan dibagian bawah pemukiman lereng sangat terjal. Pemukiman dan perkampungan pada ketinggian 375 - 450 meter di atas permukaan laut (m dpl).
  • Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo, Sulawesi (Djuri, Sudjatmiko, S, Bachri 1998) secara regional batuan penyusun zona gerakan tanah pada kawasan mahkota gerakan tanah merupakan bagian dari unit serpih dari Formasi Toraja dan Bahan rombakan berupa yang terdiri fragmen lava andesitik yang dikelompokan dalam unit batuan epiklastik vulkanik (Foto 2). Unit batuan lempung dari formasi Toraja telah mengalami pensesaran dan kawasan ini berdekatan dengan zona patahan (Gambar 2). Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, kawasan terjadinya gerakan tanah merupakan kawasan yang dibentuk oleh batulempung dan dibeberapa tempat terlihat menyerpih (Foto 2) dengan tanah pelapukannya setebal 2 -5 m. Pada bagian atas batulempung ditutupi oleh tanah pelapukan berupa lempungpasiran dan batuan bahan rombahan vulkanik tua berupa fragmen lava andesitik dalam massa dasar tanah pelapukan lempung pasiran. Batulempung terlihat telah tersesarkan dan terdapat banyak retakan, teralterasi berwarna variasi abu-abu dan hijau. Batuan ini keras saat kering dan lunak saat basah jenuh air. Batulempung tersebut relatif kedap air dibandingkan unit penutupnya berupa tanah pelapukan dan unit bahan rombakan dengan fragmen lava andesitik (yang bersifat sarang tidak kedap). Unit batuan lempung teralterasi tersebut berada berdekatan zona intrusi vulkanik di sisi selatan lembah zona gerakan tanah.

Lereng tersusun oleh batulempung yang menyerpih keras saat kereing dan sangat lunak saat jenuh air/ basang menyebabkan mudah longsor (atas); fragmen lava berupa rombakan dari batuan vulkanik epiklastik

  • Tata Guna Lahan
Secara umum, tata guna lahan di daerah gerakan tanah berupa kebun campuran, semak belukar dan permukiman di kanan kiri jalan serta sawah tadah hujan pada bagian bawah. Permukiman memiliki pola ruang acak yang berada di bagian tengah. Kebun campuran berada di bagian atas lereng sedangkan sawah dan kebun campuran berada di bagian bawah lereng.
  • Keairan
Kondisi keairan di daerah bencana sangat melimpah dengan alur-alur air yang melimpah dan merupakan anak sungai. yang perlu dilakukan penataan lebih lanjut. Beberapa rembesan dan mata air muncul terutama pada tekuk lereng. Umumnya drainase tidak kedap dan dialirkan langsung ke bawah lereng.
  • Kerentanan Gerakan Tanah
Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2014), daerah bencana berada pada zona tinggi. Artinya, daerah ini memiliki kerentanan gerakan tanah tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah sering terjadi jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan serta gerakan tanah lama yang pernah terjadi dapat aktif kembali.

3.Kondisi Gerakan Tanah dan Dampak Gerakan Tanah
  • Gerakan tanah yang terjadi merupakan blok besar yang ditengahnya terdapat alur sungai, padan bagian atas dan kanan kiri jalan gerakan tanah berupa rayapan dan bergerak lambat yang merusak rumah dan jalan. Sedangkan pada bagian lereng terjal dibagian bawah lereng gerakan tanah berupa aliran dan gerakan tanah lambat. Tipe gerakan tanah adalah tipenya yaitu rayapan pada bagian atas dan tipe aliran lambat karena tingkat kejenuhan lereng yang tinggi. Rayapan ditandai dengan retakan pada permukiman, jalan dan kebun. Retakan besar di bagian atas dan tengah. Retakan utama lebar 10-40 cm, Panjang retakan utama mencapai 115 meter serta mengalami penurunan 30 cm - 150 cm dan sudah berbentuk tapal kuda berbentuk huruf U. di dalam rekahan utama tersebut muncul juga retakan dengan pajang 5 - 20 m yang memotong badan jalan. Arah retakan utama relatif (N76?E - N100?E), pada bagian sayap longsoran relatif (N200?E - N210?E), Arah gerak longsoran pada blok selatan daya (N160?E - N175?E). Panjang longsoran hampir mencapai 910 m dengan luas area longsor mencapai 14,98 ha,
Gerakan tanah ini menyebabkan :
  • 23 (duapuluh tiga) unit rumah rusak berat
  • 71 jiwa mengungsi
  • 9 rumah terancam
  • Puluhan hektare rumah rusak


Atas dasar kejadian tersebut maka Pemda berencana merelokasi 32 rumah yang berada pada area longsor tersebut.


4.Faktor Penyebab Gerakan Tanah
Secara umum, faktor penyebab gerakan tanah di lokasi ini adalah:
  • Batuan napal dan serpih berada pada bagian bawah lereng dalam kondisi jenuh
  • Morfologi berupa lereng curam serta banyak terdapat alur air dan genangan pada kemiringan lereng yang curam;
  • Bidang lemah berupa kontak litologi batunapal,serpih dengan endapan gunungapi;
  • Curah hujan yang tinggi sebagai pemicu terjadinya gerakan tanah.


5.Mekanisme Terjadinya Gerakan Tanah
Pada endapan gunungapi dibeberapa tempat berupa endapan koluvial berlereng curam dan banyak alur air atau rembesan sedangkan bagian bawah berupa napal dan serpih. Karena kondisi jenuh akibat curah hujan tinggi material lereng lebih mudah bergerak karena napal dan serpih yang jenuh air sehingga terjadi gerakan tanah tipe lambat dan aliran. Akibat gerakan tesebut maka muncul retakan memanjang dan turun/ambles pada bagian atas lereng sehingga terjadi tarikan dan tekanan pada bagian tengah lereng dan muncul retakan. Sedangkan pada bagian bawah merupakan tebing yang terjal dan tata guna lahan berupa persawahan menyebabkan terjadinya aliran karena air yang berlebihan. Drainase yang buruk membuat air permukaan meresap melalui retakan sehingga membuat retakan terus berkembang.


6.Kesimpulan dan Rekomendasi Teknis
Kesimpulan
  • Gerakan tanah di Desa Labuku, Kec. Maiwa secara umum dikontrol oleh kondisi geologi atau batuan, dan hidrologi serta kelerengan yang terjal.
  • Gerakan tanah secara umum adalah tipe rayapan dan tipe aliran pada bagian lereng atau tebing terjal.
  • Daerah bencana di wilayah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan terutama pada area yang retak-retak (Gambar 3).
7.Rekomendasi Teknis
Mengingat curah hujan yang diperkirakan masih tinggi pada dan gerakan tanah yang masih berpotensi berkembang, direkomendasikan sebagai berikut:
  • Untuk memperlambat/menghindari peresapan/penjenuhan air ke tanah dan mengantisipasi terjadinya perkembangan gerakan tanah agar dilakukan:
    • Rumah yang rusak berat dan berada pada area longsoran/ gerakan tanah sebaiknya direlokasi ke tempat yang aman
    • Penutupan retakan dengan tanah lempung atau material kedap lain dan dipadatkan.
    • Tampungan air atau genangan air agar dikeringkan dan aliran air segera di lancarkan
    • Melancarkan aliran air agar tidak menjenuhi lereng
    • Penataan drainase (air hujan, buangan air limbah rumah tangga) harus dikendalikan dengan saluran yang kedap air, dengan ditembok atau pemipaan, diarahkan menjauhi daerah longsoran.
    • Mengubah pola tanam dari lahan basah atau dialih fungsikan dengan tanaman kuat yang berakar dalam yang tidak memerlukan banyak air.
  • Memasang dan melakukan pemantauan mandiri terhadap pergerakan retakan baru, jika retakan terus melebar dan tanah ambles atau turun terus meluas sebaiknya mengungsi ketempat aman;
  • Rumah diluar daerah terancam (Gambar 3) agar kembali kerumah masing- masing dan tidak perlu mengungsi
  • Masyarakat di sekitar lokasi bencana agar selalu meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat dan setelah turun hujan lebat;
  • Memelihara dan mempertahankan tanaman keras berakar kuat dan dalam di yang dapat berfungsi menahan lereng;
  • Pihak BPBD dan aparat pemerintah setempat agar meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana akibat gerakan tanah;
  • Masyarakat setempat dihimbau untuk selalu mengikuti arahan dari Pemerintah Daerah / BPBD setempat.




B.Kondisi Daerah Rencana Relokasi


1.Lokasi Calon Lahan Relokasi
Calon lahan relokasi terletak di bagian utara daerah bencana namun berbeda punggungan lereng. Calon area relokasi setempat setempat berada pada pinggir jalan (Gambar 5). Lahan relokasi ini masih berada pada satu desa atau di Desa Labuku, Kecamatan Maiwa.

2.Kondisi daerah relokasi :
  • Morfologi
Secara umum morfologi di Desa Labuku dan sekitarnya merupakan daerah perbukitan berelief kuat dengan kemiringan lereng agak curam - terjal. Daerah relokasi berada pada lereng agak terjal dan dilakukan pengupasan dan pemotongan lereng pada ketinggian 375 - 400 meter di atas permukaan laut (m dpl).
  • Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo, Sulawesi (Djuri, Sudjatmiko, S, Bachri 1998) secara regional daerah gerakan tanah berada di batas kontak Hasil Epiklastik Gunungapi Loka (Tml) sedangkan pada bagian bawahnya berupa napal berselingan dengan batulanau dan batupasir gampingan merupakan bagian dari Formasi Date. Tanah pelapukan 2 - 4 m. Batuan dasar agak keras dan bersifat lepas.
  • Tata Guna Lahan
Secara umum, tata guna lahan di daerah gerakan tanah berupa kebun campuran, semak belukar dan permukiman di kanan kiri jalan .
  • Keairan
Kondisi keairan di daerah rencana relokasi rencana menggunakan matair yang disalurkan ke rencana tempat relokasi.
  • Kerentanan Gerakan Tanah
Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2014), daerah rencana relokasi berada pada zona menegah - tinggi. Artinya, daerah ini memiliki kerentanan gerakan tanah menengah - tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah sering terjadi jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan serta gerakan tanah lama yang pernah terjadi dapat aktif kembali.

3.Potensi Gerakan Tanah :
Pada saat pemeriksaan di rencana tempat relokasi tidak dijumpai gerakan tanah baru maupun gawir dan menurut informasi penduduk tidak pernah terjadi gerakan tanah di lahan relokasi ini. Potensi gerakan tanah yang harus diantisipasi adalah gerakan tanah akibat pemotongan lereng, timbunan tanpa penguatan dan pemadatan serta alur sungai atau aliran air yang ditimbun serta jika pembangunan pemukiman di lahan ini tidak sesuai dengan persyaratan teknis seperti yang direkomendasikan.


4.Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan
Berdasarkan kondisi geologi, morfologi, kerentanan gerakan tanah dan fasilitas umum yang menunjang, dan pertimbangan kejadian gerakan tanah sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
  • Lokasi calon lahan relokasi ini cukup layak untuk dijadikan lahan relokasi namun lokasi pada bagian utara lebih di utamakan daripada lokasi pada bagian bawah pemukiman lama (bagian selatan yang sejajar dengan daerah yang mengalami pergerakan).


Rekomendasi Teknis
zona urugan yang tidak dilakukan penguatan akan mudah tererosi membentuk alur air permukaan
  • Tanah urugan agar dilakukanpemadatan sesuai kaidah keteknisan dan tebing yang terbentuk oleh urugan tanah sebaiknya dibuat penahan lereng. Hal ini karena karakteristik tanah urugan mudah tererosi dan mudan longsor jika tanpa pemadatan dan penguatan lereng
  • Lokasi pemukiman harus menjauh dari tebing dan jangan menempel tebing dan menjauh dari alur atau mendekat ke arah jalan
  • Lokasi tempat rencana pembuangan urugan jangan dijadikan pemukiman namun sebaiknya ditanami tanaman berakar kuat dan dalam untuk mengurangi erosi dan longsoran.
  • Pada area pembuangan material atau dibuat teras sering dan diperkuat dengan bronjong dan dilengkapi dengan parit atau selokan kedap air untuk membuang air permukaan.
  • Lokasi pemukiman harus menjauh dari jurang dan alur atau mendekat ke arah jalan
  • Melakukan penataan lereng melalui proses rekayasa teknis yang baik dan sesuai dengan kebutuhan.
  • Lahan kosong/sisa (area tak terbangun) dan lokasi tempat rencana pembuangan urugan yang dikupas sebagai dampak dari pematangan lahan dan pembangunan baru perlu ditanami kembali dengan tanaman penutup antara lain rumput-rumputan dan penanaman pepohonan yang berakar kuat dan dalam untuk menjaga stabilitas tanah dan daya dukung lingkungan.
  • Tipe bangunan yang baik adalah dengan bahan konstruksi ringan atau rumah kayu untuk mengurangi pembebanan pada tanah serta dapat beradaptasi terhadap gerakan tanah lambat. Hal ini karena lokasi ini secara umum disusun oleh napal. Pondasi agar mencapai batuan dasar/keras, jangan sampai menumpang pada lapisan tanah lunak untuk menghindari rusaknya bangunan jika terjadi longsoran tipe lambat.
  • Penataan drainase (sistem aliran air permukaan dan buangan air limbah rumah tangga) harus dikendalikan dengan saluran yang kedap air, dengan ditembok atau pemipaan, diarahkan langsung ke arah lembah/sungai, untuk menghindari peresapan air ke tanah sehingga dapat memicu terjadinya gerakan tanah.
  • Hindari pembuatan kolam dan lahan basah (pesawahan) di sekitar pembangunan baru nanti, agar tidak membebani lereng.
  • Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) hanya menyampaikan potret potensi bencana geologi, dalam hal ini bencana gerakan tanah, dan tidak berhak melarang dan mengijinkan pembangunan pada lahan relokasi di lokasi ini. Untuk itu PVMBG sangat merekomendasikan dalam pembangunan harus menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Enrekang.
Sumber : Pvmbg - Badan Geologi

Ikuti Berita Kami