MASA TUA Tempat Pemrosesan Akhir Sampah SARIMUKTI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

MASA TUA TPA. SARIMUKTI, KABUPATEN BANDUNG BARAT
Pada tahun 2006 Desa Sarimukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung dijadikan sebagai salah satu Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPSA) yang melayani kawasan Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat dikarenakan pasca longsornya TPA Sampah Leuwigajah. Pemakaian TPA Sampah Sarimukti sampai saat ini masih digunakan hingga adanya rencana perpanjangan dan perluasan lahan sampah oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

TPA Sampah Sarimukti merupakan aset sarana dan prasarana persampahan bersifat regional yang berfungsi untuk menampung sampah dari beberapa wilayah, yaitu : sampah dari Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. TPA Sarimukti terletak di Desa Sarimukti dengan jarak 45 km dari Kota Bandung dengan luas 25,2 hektar yaitu 21,2 hektar lahan yang berasal dari Perhutani dan 4 hektar berasal dari Pemerintah Kota Bandung, saat ini TPA Sarimukti di kelola oleh pihak Provinsi tepat nya di Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat.

Berada di lereng perbukitan curam dengan kemiringan lereng 16%-25% dan diapit oleh punggungan di daerah Sarimukti dan punggungan di daerah Margahayu, yang terletak sejauh 200-400 meter di sebelah jalan Rajamandala-Bojongmekar, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Elevasi tertinggi di daerah sekitar TPA Sampah Sarimukti adalah 450 mdpl yang terletak di baratlaut, sedangkan elevasi terendah sekitar 280 mdpl yang terletak di bagian selatan penelitian.

Kondisi saat ini, daya tampung TPA Sarimukti telah melebihi kapasitas. Rencana awal, TPA ini dirancang untuk menampung sampah sebesar 2000 ton per hari. Namun, kini angka sampah terus membengkak hingga 4.000 ton per hari. Volume sampah tertinggi berasal dari Kota Bandung yaitu sekitar 2.500 ton per hari, sedangkan dari Kabupaten Bandung sekitar 1.460 ton per hari, dengan komposisi sampah pada umumnya terdiri atas bahan basah (organik), plastik, karet, barang pecah belah, kain/bahan tekstil, kertas, dan logam dengan warna pada umumnya hitam. Peningkatan kompleksitas jenis maupun komposisi sampah, sejalan dengan semakin majunya kebudayaan, memerlukan penanganan dan pengelolaan sampah yang baik, sehingga tidak akan mengakibatkan terjadinya perubahan kesetimbangan lingkungan yang dapat menurunkan lingkungan, baik terhadap tanah, batuan, air (air permukaan maupun air tanah), maupun udara.

Pada proses dekomposisi sampah rumah tangga akan menghasilkan gas-gas dan cairan yang disebut lindian sampah (leachete) dengan kandungan bahan kimia organik dan non organik dengan kadar yang sangat tinggi, seperti ion Cl’, No3’, SO42-, HCO3’ dan logam berat, bahan organik seperti BOD, COD (Todd, 1980). Air lindian sampah dengan kandungan bahan kimia organik dan non organik yang sangat tinggi, apabila bercampur dengan air tanah akan mengakibatkan terjadinya pengenceran dan pergerakan sampai radius tertentu, dan terus berlanjut menyebar membentuk suatu pola searah dengan pergerakan airtanah (leachate plume) (Fetter, 1988).

Teknologi untuk pengelolan tempat pembuangan akhir sampah dapat berupa sistem sanitary landfill, control landfill, dan sistem open dumping. Umumnya TPA yang ada di Indonesia menggunakan sistem open dumping dan controlled landfill, baru sedikit yang telah menerapkan sistem sanitary landfill. Pada sistem open dumping, sampah ditimbun tanpa membutuhkan pengelolaan dan tanah penutup. Pada sistem controlled landfill sampah ditutup paling lama 1 minggu sekali berselang seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah penutup, sedangkan pada sistem sanitary landfill proses penimbunan hampir sama dengan sistem controlled landfill, hanya saja pada sistem sanitary landfill penimbunan dilakukan 1-2 hari tergantung intensitas curah hujan suatu lokasi TPA Sampah. Ke-3 sistem tersebut umumnya dilengkapi dengan kolam pengolah air lindi (leachate).

Menurut Peraturan PU Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tanggadan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Untuk pengelolaan TPA, sistem sanitary landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan metropolitan agar tidak menimbulkan dampak negatif dan aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Untuk mencapai penerapan metode tersebut dibutuhkan kelengkapan fasilitas yang memadai. Namun berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan sistem yang digunakan di TPA Sampah Sarimukti cenderung masih controlled landfill yaitu melakukan penimbunan secara berkala minimal 7 hari sekali secara selang seling antara sampah dengan tanah penutup

Permasalahan yang sering timbul dari suatu TPA Sampah dengan sistem open dumping, controlled landfill maupun sanitary landfill saat ini adalah pencemaran terhadap airtanah oleh lindi (leachate). Masalah ini dapat timbul, sekalipun pada sistem sanitary landfill, akibat karakteristik lokasi TPA Sampah yang tidak memenuhi persyaratan hidrogeologi yang telah ditentukan. Hal ini pun terlihat di lokasi TPA Sampah Sarimukti yang memperlihatkan kondisi fasilitas perlindungan lingkungan dalam kondisi kurang terpelihara dan tidak sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan di dalam peraturan yang berlaku seperti ventilasi gas, penutup tanah, zona penyangga dan fasilitas dasar TPA Sampah, sehingga kemungkinan pencemaran sangat memungkinkan. Menurut Hamdani (2017), pipa ventilasi gas yang ada di TPA Sampah Sarimukti kurang terpelihara, dimana kondisi pipa ventilasi gas tidak berdiri tegak karena ikut terdorong oleh alat berat dan drainase yang ada di TPA Sampah Sarimukti 50 persen (%) berfungsi dan 50 persen (%) nya lagi sudah tidak berfungsi, sehingga menyebabkan debet lindi yang dihasilkan semakin besar.

Pencemaran semakin berbahaya, apabila persyarakat geologi/hidrogeologi tidak terpenuhi seutuhnya. Persyaratan hidrogeologi yang harus dipenuhi dalam penentuan lokasi sebuah TPA diantaranya adalah jenis tanah/batuan yang akan dijadikan alas dari TPA harus mempunyai nilai konduktivitas hidrolika (k) lebih kecil dari 10-6 cm/ detik (SNI 03-3241-1994) dan jarak dari dasar TPA ke muka airtanah tidak kurang dari 10 meter (DGTL, 2004). Di sisi lain, umumnya lokasi TPA di Indonesia masih terlalu dekat dengan kawasan pemukiman sehingga proses pencemaran airtanah yang dapat terjadi di sekitar lokasi TPA Sampah sangatlah berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, penelaahan terhadap masalah pencemaran airtanah oleh lindi ini menjadi sangat menarik untum diteliti dengan harapan dapat memberikan solusi bagi penanganan pencemaran airtanah yang ditimbulkan akibat kegiatan pembuangan sampah di lokasi TPA Sampah Sarimukti dan di area perluasan TPA Sampah Sarimukti. Dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas dapat di simpulkan bahwa fasilitas-fasilitas yang ada di TPA Sampah Sarimukti belum bisa menunjang kegiatan pemrosesan akhir sampah secara maksimal. Oleh karena itu, revitalisasi perlu dilakukan untuk memvitalkan kembali aspek fisik fasilitas perlindungan lingkungan TPA Sampah Sarimukti yang sudah mengalami kemunduran ke sistem sanitary landfill. Menurut peraturan PU nomor 3 tahun 2013, sanitary landfill merupakan metode yang dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan metropolitan agar tidak menimbulkan dampak negatif dan aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Fasilitas perlindungan lingkungan berbasis sanitary landfill terdiri atas lapisan dasar TPA, pengumpulan dan pengolahan lindi, ventilasi gas, penutup tanah, zona penyangga dan sumur uji.

Data Kegeologian TPA Sampah Sarimukti
Oleh karena TPA Sampah Legoknangka belum bisa dioperasikan untuk mengganti TPA Sampah Sarimukti. Maka, dengan kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melakukan perpanjangan kontrak TPA Sampah Sarimukti sampai 2025, serta melakukan penambahan luas lahan sebesar 21,2 hektare. Meski begitu evaluasi geologi lingkungan terhadap lahan perluasan TPA Sampah Sarimukti harus dilakukan untuk menghindari pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang dipandu hasil penyelidikan yang pernah dilakukan Bombom, drr., (2015), informasi yang dapat digunakan untuk analisis geologi lingkungan, sebagai berikut:

•  Geomorfologi di sekitar TPA Sampah Sarimukti berupa lereng perbukitan berelief sedang hingga kasar dengan kemiringan yang mengarah ke arah selatan dan tenggara, diapit oleh punggungan Sarimukti dan punggungan Margaluyu. Besar sudut kemiringan lereng berkisar antara 3%-100% (landai hingga sangat curam, van Zuidam, 1988). Sebagian besar lahan, kecuali di bagian selatan merupakan perkebunan dan hutan lindung. Dasar lembah sempit yang memanjang di bawah TPA Sampah Sarimukti (kemiringan lereng lembah antara 40%-100%), merupakan lembah-lembah yang mengarah ke wilayah pemukiman yang berada di bagian selatannya.

•  Litologi di daerah sekitar TPA Sampah Sarimukti, berdasarkan hasil identifikasi di lapangan secara langsung menunjukkan endapan gunung api hasil kegiatan Gunung Tangkubanparahu yang membentuk Formasi Cibeureum berumur Pleistosen Tengah-Holosen, sedangkan di bagian selatannya disusun oleh endapan Tersier dari Formasi Rajamandala.
 Endapan Gunungapi yang mendasari TPA Sampah Sarimukti adalah satuan batuan tuf berbatuapung dari Formasi Cibeureum. Satuan batuan ini memiliki ketebalan hingga 28 meter, pernah ditambang dan dikenal sebagai bahan galian pozzolan tras; terdiri atas batuan tuf pasiran-kerikilan (lapili) dan hasil pelapukannya, yaitu tanah lanau lempungan, komponen pencampurannya berupa pecahan-pecahan batuapung.

 Batuan yang mewakili satuan Formasi Cibeureum ini tersingkap cukup jelas di beberapa tempat di tepi jalan Rajamandala-Bojongmekar, memperlihatkan suatu derajat pelapukan mulai dari zona IV (lapuk kuat) hingga zona VI (tanah residu/tanah penutup). Komposisi fraksi lempung pada satuan batuan ini adalah 50-54%. Berdasarkan hasil analisis laboratorium diketahui bahwa jenis mineral lempung dalam satuan batuan ini yaitu haloysit (termasuk grup kaolinit).

•  Hidrologi di sekitar TPA Sarimukti berupa sungai-sungai kecil yang berada di
bagian selatan lokasi TPA Sampah Sarimukti yang terletak sejauh 600 meter dan bermuara ke sungai Citarum yang mengalir ke arah utara. Pola pengaliran sungai antara anak sungai yang berkembang di daerah ini dengan Sungai Citarum sebagai sungai utamanya adalah dendrito-paralel. Di bagian utara daerah penelitian Sungai Citarum ini dibendung menjadi Waduk Cirata untuk keperluan PLTA, irigasi, dan perikanan. Berdsarkan posisi TPA Sarimukti, Waduk Cirata ini terhalang oleh punggungan yang memanjang barat-timur.

•  Hidrogeologi di sekitar TPA Sampah Sarimukti secara regional termasuk ke dalam akuifer produktif rendah dan daerah air tanah langka. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan menunjukkan secara umum batuan penyusun daerah TPA Sampah Sarimukti terbagi menjadi tiga satuan, dari tua ke muda yaitu: Satuan Perselingan Batulempung-Batupasir, Satuan Tuf, dan Satuan Breksi Volkanik. Satuan Perselingan Batulempung-Batupasir diperkirakan berperan sebagai akuitar.

 Satuan Tuf juga diperkirakan berperan sebagai akuitar, sedangkan Satuan Breksi Volkanik diperkirakan berperan sebagai akuifer. Akifer tersebut mempunyai dua sistem akifer, yaitu akifer pada kedalaman antara -2 m hingga -25 m dan akifer yang memiliki lapisan akitard pada kedalaman antara -10 m hingga -35 m. Akifer pertama yang disusun oleh batuan tuf pasiran, terdiri atas tanah lanau lempungan di bagian atasnya sebagai zona tak jenuh, yang dikatagorikan sebagai akifer tak tertekan/bebas. Akifer kedua merupakan akifer setengah tertekan/setengah bebas, karena memiliki lapisan lempung lanauan pada bagian atas yang termasuk ke dalam lapisan akitard (lapisan yang dapat menampung air tetapi tidak dapat melepaskannya dalam jumlah yang cukup; Kruseman dan  de Ridder, 1994.

 Berdasarkan sifatnya kedua sistem akifer di lokasi TPA Sampah Sarimukti dapat tercemar oleh suatu sistem pencemar, namun berdasarkan posisi stratigrafinya hanya akifer pertamalah (akifer bebas), yang kemungkinan terpengaruh oleh rembesan air lindian sampah di daerah ini.

•  Permeabilitas  atau  konduktivitas  Hidrolika untuk batuan dasar di daerah ini menunjukkan adanya lapisan tanah lanau lempungan yang memiliki nilai konduktivitas hidrolika 10-3 cm/detik, sedangkan lapisan batuan tuf pasiran di bagian bawahnya memiliki konduktivitas hidrolika 10-2 cm/detik. Sementara itu berdasarkan hasil uji mekanuka tanah dari contoh tanah tak terganggu, diperoleh nilai konduktivitas hidrolika lapisan tanah lanau lempungan setelah dikompaksi sebesar 7,59x10-5 cm/detik.

 Pengamatan gradian hidrolik dan arah aliran air tanah dangkal di daerah bekas TPA Sampah dan sekitarnya berdasarkan hasil pengukuran pada sumur penduduk, mata air, dan lokasi rembesan menunjukkan muka air tanah pada akifer bebas rata-rata berkisar antara -2 hingga -5, kecuali di bagian puncak dari endapan batuan tuf berbatu apung dapat mencapai -35 m. Kedalaman muka air tanah di bagian timur termasuk ke dalam akifer setengah tertekan, rata-rata memiliki kedalaman -10 meter.

 Dari hasil pengamatan tersebut dan analisis kontur pada peta topografi, diperkirakan bahwa aliran air tanah di daerah TPA sampah Sarimukti dan sekitarnya terdiri atas empat arah aliran, yaitu arah relatif tenggara dengan besar kemiringan (gradian hidrolik) antara 20-40%, arah timur dengan kemiringan sekitar 10%, arah relatif baratdaya dengan kemiringan sekitar 10-20%, dan arah selatan dengan kemiringan sekitar 10%.

 Di antara ke empat arah aliran air tanah di lokasi TPA Sarimukti sesuai kondisi morfologi, kemiringan lereng, dan kedudukan lapisan tuf di bawah TPA sampah yang miring ke arah selatan, hanya arah relatif tenggara dan selatan saja yang dapat terpengaruh oleh air lindian sampah, (Gambar 13.3).

Analisis Kemungkinan Pencemaran Air Tanah
Komponen hidrogeologi dalam penilaiaan detail TPA sampah berkaitan dengan
kemungkinan pencemaran terhadap air tanah dilakukan dengan menggunakan metoda Le Grand (1980). Analisis kelayakan TPA sampah dengan metoda ini menekankan pada kemungkinan terjadi pencemaran akuifer dari rembesan pembuangan TPA Sampah. Analisis ini didasarkan pada tingkat kepekaan akuifer dan tingkat racun dan bahaya limbah.
Metoda ini menggunakan parameter berikut ini :

• Jarak ke lokasi/ titik pemanfaatan air tanah yang akan tercemari
• Arah dan besar landaian muka air tanah
• Kedudukan muka air tanah
• Jenis atau tekstur dan ketebalan tanah permukaan
• Jenis batuan di bawah tanah permukaan
• Sensitifitas air tanah (akuifer) terhadap pencemaran

Metoda ini dapat pula digunakan untuk mengevaluasi tingkat bahaya kontaminasi yang terdiri dari dua aspek, yakni tingkat keseriusan pencemar dan kemungkinan pencemaran serta tingkat penerimaan tapak.
Pada metoda ini penilaian tapak dapat dilakukan dengan memanfaatkan data yang langsung diperoleh di lapangan (data primer) serta data sekunder. Selanjutnya dilakukan pula penilaian terhadap tingkat kepercayaan data. Tingkat kepercayaan terhadap data dinyatakan dengan huruf A, B, dan C dengan pengertian sebagai berikut:

 A = Seluruh data penilaian tapak berdasarkan pada data primer
 B = Sebagian data penilaian tapak berdasarkan pada data sekunder.
 C = Seluruh atau sebagian besar data penilaian tapak berdasarkan pada data sekunder.

Keterangan tambahan dinyatakan dengan huruf M,D,W,S serta V, I dan L adalah :
 
M = Dapat terjadi genangan air lindian (leachate) di dasar timbunan limbah.
D = Air lindian akan disebarkan oleh air tanah
W = Sumber airtanah dekat lokasi TPA Sampah yang mungkin dapat tercemar,
 seperti sumur gali penduduk, sumur pantek, sumur bor atau mata air.
 S = Sumber air permukaan dekat lokasi TPA Sampah yang mungkin dapat
tercemar, seperti sungai, danau atau rawa-rawa.
 V= Sumber air yang akan tercemar sangat vital bagi penduduk
 I = Sumber air yang tercemar penting bagi penduduk
 L= Sumber air yang akan tercemar kurang penting bagi penduduk

Untuk melakukan penilaian kelayakan TPA Sampah dengan metode Le Grand tersebut, terlebih dahulu dilakukan verifikasi dan pengamatan lapangan, sehingga data yang diperoleh cukup akurat dan tingkat kepercayaannya  termasuk nilai katagori B, dengan kemungkinan sumber air yang akan tercemar berupa sumur penduduk atau sungai, maka diberi simbul W. Daerah tempat calon lokasi buangan limbah termasuk dalam wilayah bercurah hujan sedang-tinggi yang akan timbul muka air tanah di dalam “sanitari landfill” dan kondisi ini diberi simbol M.
Dari hasil pengukuran dan pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder, maka dapat dirangkum sebagai tabel di Tabel 13.1.

Berdasarkan data dan informasi yang terkumpul di atas, maka selanjutnya dilakukan  penilaian dan evaluasi  terhadap lokasi tapak dengan menggunakan metode Le Grand, 1880. Hasil penilaian ditunjukkan dalam table 13.2.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi tapak TPA sampah terletak pada kelas lahan tergolong peringkat lahan katagori baik dengan nilai 16 (table 13.2.) Peringkat situasi tapaknya mempunyai nilai –2C yang berarti bahwa kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap air tanah AGAK  MEMUNGKINKAN, dengan tingkat penerimaan sebagai TPA Sampah MERAGUKAN, (Tabel 13.3).

Analisis tersebut di atas menunjukan bahwa lokasi tapak memiliki tingkat kelayakan sedang (meragukan). Oleh karena itu, perlu kewaspadaan karena ke arah pedataran memiliki alur-alur sungai kecil meskipun hanya bersifat musiman, namun perlu diperhatikan terhadap timbulan air lindi (leachate) karena air lindi yang terakumulasi dalam jumlah yang besar mungkin dapat berpengaruh pada daerah sekitarnya. Selain itu, untuk mengurangi dampak pencemaran yang mungkin terjadi pada lokasi tersebut, diperlukan pergeseran nilai PAR agar lokasi menjadi diterima dengan cara masukan teknologi.

Selengkapnya dapat dibaca di
https://bit.ly/3sLGezo

Ikuti Berita Kami