Menjaga Karst, Menjaga Kehidupan: Imbauan Penting dari Kepala PATGTL

Di tengah banyaknya misteri dan kekuatan luar biasa yang tersimpan dalam alam, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut disampaikannya saat memberikan sambutan dalam acara Sarasehan Umum sareng Manajemen Unggal Rebo (SUMUR) PATGTL yang digelar pada Rabu (23/7) di Bandung.

Menurut Agus, fenomena geologi seperti Kawasan Karst bukan hanya keajaiban alam biasa, tetapi juga memiliki peran vital dalam menjaga keberlanjutan ekosistem. "Fenomena karst harus dilindungi, karena berkaitan erat dengan ekosistem. Jika ekosistem terganggu, makhluk hidup seperti kelelawar akan terdampak," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa gangguan pada satu bagian dalam ekosistem dapat mengakibatkan terganggunya rantai makanan secara keseluruhan. Akibatnya, alam akan mencari bentuk keseimbangan baru yang belum tentu menguntungkan bagi manusia. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk lebih bijak dalam memanfaatkan sumber daya alam.

Lebih jauh, Agus juga menggarisbawahi pentingnya memahami geologi Indonesia secara utuh, dengan pendekatan yang berlandaskan konstitusi. Menurutnya, aspek kegeologian merupakan elemen fundamental dalam kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. "Sudah tugas kita untuk bersahabat dengan alam," tutupnya, mengajak semua elemen masyarakat untuk menjaga hubungan harmonis dengan bumi yang menjadi rumah bersama.

Menjadi narasumber kegiatan SUMUR, Penyelidik Bumi Ahli Muda PATGTL, Aris Dwi Nugroho, menambahkan bahwa Indonesia menyimpan potensi sumber daya batugamping yang sangat besar, mencapai 647 miliar ton menurut Neraca Sumber Daya Mineral tahun 2013. Batugamping sebagai batuan sedimen yang tersusun dari mineral kalsit, dolomit, dan aragonit, tidak hanya bernilai ekonomi tetapi juga membentuk bentang alam karst dengan fungsi ekologis dan ilmiah tinggi.

Karst merupakan bentang alam hasil pelarutan batuan karbonat seperti batugamping dan dolomit, membentuk gua, sungai bawah tanah, stalaktit, dan berbagai ornamen gua lainnya. Di Indonesia, Kawasan Karst yang memiliki bentuk eksokarst dan endokarst tertentu ditetapkan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) dan menjadi bagian dari kawasan lindung nasional.

Kawasan Karst memiliki fungsi penting sebagai pengatur tata air alami, tempat penyimpanan air tanah, dan kawasan penelitian ilmiah. Di sisi lain, kawasan ini juga memiliki potensi ekonomi di sektor pertambangan, pertanian, dan pariwisata.

Untuk menjaga kelestariannya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Permen ESDM No. 17 Tahun 2012 tentang Penetapan KBAK. Regulasi ini menjadi dasar perlindungan Kawasan Karst dari ancaman kerusakan serta pengatur pemanfaatannya secara berkelanjutan.

"ESDM berada di posisi sebagai penengah antara pemanfaatan dan perlindungan. Potensi ekonomi batugamping memang besar, tapi nilai ekologis dan sosial budaya Kawasan Karst juga harus dijaga," jelas Aris.

Penetapan KBAK dilakukan melalui penyelidikan multidisiplin yang melibatkan tim kerja geologi, geofisika, air tanah, dan geologi lingkungan. Hasilnya berupa laporan teknis dan peta kawasan. Zonasi Kawasan Karst kemudian dirinci menggunakan metode Cockpit PLUS hasil kolaborasi dengan Universitas Gadjah Mada, yang membagi kawasan menjadi zona inti, zona penyangga, dan zona pemanfaatan terbatas.

Namun proses ini tidak lepas dari tantangan, antara lain kurangnya kooperasi dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan perlunya percepatan pemetaan rinci di 14 KBAK yang telah ditetapkan. Aktivitas budidaya seperti pertanian dan pariwisata masih diperbolehkan di zona tertentu, namun aktivitas yang merusak bentang alam seperti memotong bukit, menutup mata air, atau mengganggu sungai bawah tanah sangat dilarang.

Pemerintah berharap, dengan regulasi yang ada dan peningkatan kesadaran semua pihak, Kawasan Karst di Indonesia dapat dimanfaatkan secara bijak tanpa mengorbankan fungsi ekologis maupun nilai warisan geologi yang tak ternilai.

Sumber: Tim Kerja Geologi Lingkungan


Ikuti Berita Kami