Regulasi Pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia Tidak Mengenal Penguasaan Air Berdasarkan Kepemilikan Tanah

World Water Forum (WWF) atau Forum Air Sedunia ke-10 yang berlangsung di Nusa Dua, Badung, Bali, telah menghasilkan Deklarasi Menteri untuk pertama kalinya sepanjang sejarah penyelenggaraan WWF. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyampaikan bahwa selain Deklarasi Menteri, Indonesia juga berhasil menyusun daftar proyek terkait air yang menjadi andalan dari berbagai negara.

Basuki memaparkan bahwa Deklarasi Menteri disahkan pada akhir Pertemuan Tingkat Menteri WWF ke-10 yang dihadiri oleh 106 negara dan 27 organisasi internasional. Deklarasi ini mencakup tiga poin utama:

  1. Pendirian Center of Excellence untuk Ketahanan Air dan Iklim:
  • Tujuan dari pendirian pusat keunggulan ini adalah untuk mengembangkan kapasitas, berbagi pengetahuan, dan memanfaatkan fasilitas unggul dalam pengelolaan air dan sanitasi. Indonesia, sebagai negara kepulauan, berada di garis depan untuk mendorong inovasi dalam pengelolaan air dan sanitasi, tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk negara lain di Asia Pasifik.
   
2. Pengelolaan Sumber Daya Air di Pulau-Pulau Kecil:
  • Deklarasi ini menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya air yang terpadu, terutama di pulau-pulau kecil. Meskipun Indonesia dikelilingi oleh perairan luas, sistem pengelolaan yang baik diperlukan untuk mengatasi tantangan kualitas dan ketersediaan air bersih.

3. Pengusulan Hari Danau Sedunia:
  • Danau merupakan sumber pasokan air penting yang memiliki fungsi sosial dan ekonomi. Peringatan Hari Danau Sedunia diusulkan untuk menjaga kelestarian danau di seluruh dunia dan memperpanjang umur ekosistem danau.

Basuki juga mengungkapkan bahwa WWF ke-10 ini menjadi istimewa karena untuk pertama kalinya menghasilkan Deklarasi Menteri dan menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT). Selain itu, Indonesia berhasil menyusun daftar proyek terkait air yang menjadi andalan dari berbagai negara, termasuk 113 proyek senilai US$9,4 miliar, yang meliputi percepatan penyediaan air minum bagi 3 juta rumah tangga dan pengelolaan air limbah domestik bagi 300 ribu rumah tangga.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menambahkan bahwa helatan WWF di Bali membuat para peserta terkesan dengan kemajuan Indonesia.

Regulasi pengelolaan sumber daya air di Indonesia tidak mengenal penguasaan air berdasarkan kepemilikan tanah. melainkan berdasarkan prinsip bahwa air Tanah mengalir dari Daerah Imbuhan ke Daerah Lepasan dalam wadah Cekungan Air Tanah (UU no 7 th 2004 tentang Sumber Daya Air). Pengaturan penggunaan air tanah dalam UU no 17 th 2019 tentang Sumber Daya Air mengandung prinsip yg sama, hanya dengan menggunakan dasar pengaturan Wilayah Sungai (WS) dalam rangka Keterpaduan Pengelolaan Sumber Daya Air (Integrated Water Resource Management: IWRM) yg lazim di gunakan secara Global. Pandangan adanya Penguasaan Mata Air utk kepentingan Komersial adalah tidak benar, karena penggunaan air baik mata air maupun air tanah untuk kebutuhan komersial, harus mendapatkan Izin dari Pemerintah. Hal ini menunjukkan Penguasaan Negara atas Sumber Daya Air sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang-undang Dasar bahwa Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yg terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar Kemakmuran Rakyat.  

Terlebih lagi dalam UU no 17 th 2019 penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan Komersial diberikan izin dengan sangat ketat dan menjadi prioritas terakhir, setelah kebutuhan masyarakat baik utk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, pertanyaan rakyat dan kepentingan umum terpenuhi terlebih dahulu.

Gagasan pembiayaan global untuk air (Global Water Fund) bertujuan meningkatkan layanan air perpipaan dari air permukaan, mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) 6: air dan sanitasi untuk semua pada tahun 2030. Beberapa aspek penting dari Global Water Fund meliputi peningkatan kapasitas penyimpanan air permukaan, peningkatan akses air bersih, pengurangan ketergantungan pada air tanah, penggunaan sumber daya air yang berkelanjutan, dan pembangunan berkelanjutan.

World Bank (2021) melaporkan bahwa kebutuhan air di Indonesia meningkat pesat dengan proyeksi sekitar 31 persen pada tahun 2015-2045. Air tanah masih menjadi prioritas utama untuk kebutuhan air bersih, namun penggunaannya yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk itu, diperlukan Global Water Fund untuk mendukung pengelolaan sumber daya air yang terintegrasi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya.

Menurut catatan World Bank (2021), kapasitas penyimpanan air permukaan masih sangat rendah, yaitu hanya 1% dari total sumber daya air yang tersedia. Air permukaan memiliki variabilitas musiman yang tinggi baik kualitas maupun kuantitas sehingga hal ini menjadi kendala tersendiri terhadap kesenjangan antara pasokan dengan kebutuhan air. Lebih dari separuh sungai di Indonesia tercemar dan sekitar 93% air limbah perkotaan dan industri dibuang tanpa melalui proses pengolahan dan masuk ke sistem air (World Bank, 2021). Hal ini mengakibatkan sumber air ini tidak dapat digunakan secara langsung untuk berbagai keperluan, kecuali dengan biaya penyehatan yang relatif tinggi.

Dari fakta-fakta di atas, maka Global Water Fund diperlukan untuk mendukung pengelolaan sumber daya air yang terintegrasi, tidak hanya di Indonesia, melainkan di negara-negara berkembang lainnya. Beberapa hal yang penting terkait kegiatan Global Water Fund:
1. Meningkatkan kapasitas penyimpanan air permukaan (waduk, embung, danau, dll.),
2. Meningkatkan akses air bersih masyarakat baik sebagai air baku maupun untuk pertanian (pipanisasi air bersih dan peningkatan jaringan irigasi),
3. Mengurangi ketergantungan penggunaan air tanah (conjunctive use) untuk beralih ke sumber air permukaan, terutama untuk keperluan pengusahaan (industry, dll.),
4. Penggunaan sumber daya air yang berkelanjutan (konservasi sumber daya air),
5. Terwujudnya Pembangunan berkelanjutan.

Regulasi pengelolaan sumber daya air di Indonesia tidak pernah mengenal penguasaan air berdasarkan kepemilikan tanah/lahan. Terkait dengan air tanah, pengelolaan air tanah berdasarkan prinsip bahwa air tanah mengalir dari daerah imbuhan ke daerah lepasan dalam wadah Cekungan Air Tanah (CAT). Pengaturan penggunaan air tanah dalam UU No. 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air memiliki prinsip yang sama, hanya dengan menggunakan dasar pengaturan Wilayah Sungai (WS) dalam rangka Keterpaduan Pengelolaan Sumber Daya Air (Integrated Water Resource Management: IWRM) yang lazim di gunakan secara Global. 

Pandangan adanya Penguasaan Mata Air utk kepentingan Komersial adalah tidak benar, karena penggunaan air baik mata air maupun air tanah untuk kebutuhan komersial, harus mendapatkan Izin dari Pemerintah. Hal ini menunjukkan Penguasaan Negara atas Sumber Daya Air sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar bahwa Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yg terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar Kemakmuran Rakyat. 

Terlebih lagi dalam UU No. 17 tahun 2019 penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan Komersial diberikan izin dengan sangat ketat dan menjadi prioritas terakhir, setelah kebutuhan masyarakat baik untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kepentingan umum terpenuhi terlebih dahulu.

Ikuti Berita Kami