Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah LEGOK NANGKA, KABUPATEN BANDUNG

Gambaran Umum
Secara administratif lokasi TPPAS Legok Nangka terletak di Desa Ciherang, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung. Terletak pada koordinat 107053’ 55” BT-07002’ 45” LS. Berada pada ketinggian 848 mdpl, (Gambar 13.4). Batas wilayah TPPAS adalah di bagian utara Desa Nagreg, di bagian selatan Desa Bojong, dibagian timur Desa Ciherang, dan di bagian Barat Kecamatan Cicalengka.

Direncanakan TPPAS Legok Nangka ini melayani 6 Kota/Kabupaten, yaitu Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Cimahi, Sumedang, dan Garut, (Gambar 13.5. Luas Area TPPAS sekitar 90 ha dengan kapasitas Pengolahan Sampah 2.000 ton/hari, Output listrik yang diharapkan antara 20-30 MW dan sebagai off taker  adalah  PT. PLN serta diperkirakan beroperasi pada 2023.

TPPAS ini direncanakan akan menggunakan teknologi thermal yang menghasilkan listrik,  diperkenalkan dengan istilah  Waste to energy. Teknologi ini diproyeksikan dalam mengatasi permasalahan sampah dengan menghasilkan listrik yang dapat dijual kepada PLN. Badan Usaha diharapkan membantu investasi, pembangunan dan pengelolaan proyek. Pengembalian investasi didapatkan dari penjualan listrik ke PLN dan tipping fee yang ditarik dari Kota/Kabupaten penerima manfaat.

Namun melihat kondisi eksisting saat ini, perencanan pada Masterplan TPPAS Legok Nangka yang merencanakan reduksi sampah lebih dari 90% melalui ITF dianggap tidak realistis. Oleh sebab itu, diperlukan redesain TPPAS guna pengembangan kapasitas landfill dengan skenario penanganan sampah yang lebih sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini. Hal ini mengingat beberapa wilayah pelayanan TPPAS tidak memiliki alternatif pembuangan akhir sampah di lokasi lain. Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk danproyeksi timbulan sampah, prediksi kebutuhan lahan landfill hingga tahun 2027 untuk skenario optimis sebesar 6,74 ha. Sedangakan lahan landfill zona 1 hanya sebesar 5,99 ha. Dengan penambahan zona baru seluas 4,9 ha, maka total usia layan pakai skenario optimis dapat mencapai 10 tahun 4 bulan 7 hari. Perencanaan zona baru berada pada elevasi 960m- 997,5 m.

Dengan permasalahan tersebut, penulis mencoba ikut mengevaluasi terkait kelayakan lokasi landfill di TPPAS Legok Nangka dari sudut pandang geologi lingkungan khususnya komponen hidrogeologi. Evaluasi yang dimaksud berkaitan dengan kemungkinan pencemaran terhadap air tanah yang dilakukan dengan menggunakan metode Le Grand (1980) sebagaimana dilakukan terhadap TPA Sampah Regional Sarimukti yang kini diperluas dan diperpanjang pengoperasiannnya hingga tahun 2023.

Keadaan Geologi Lingkungan
Berdasarkan hasil pengamatan aspek geologi lingkungan di lapangan yang
dipandu data sekunder, diperoleh informasi sebagai berikut:

• Berdasarkan peta topografi, diperoleh elevasi lahan TPPAS Legok Nangka berkisar dari elevasi +950 sampai 1064 m.
• Berdasarkan skenario yang pernah dilakukan pada DED 2009, lokasi TPPAS Legok Nangka ini dibagi menjadi empat zona alternatif  landfill, seperti terlihat pada Gambar 13.6. Dari ke-4 zona alternatif langfill tersebut, masing-masing memiliki kemiringan lereng yang berbeda, yaitu Zona1 berkisar antara 19%-25%, zona 2 berkisar antara 5%-15%, zona 3 merupakan bukit bergandengan, dan zona 4 berkisar antara 15%-20%.
• Lokasi ini berada pada geomorfologi lembah bukit. Lembah berupa pedataran bergelombang lemah kemiringan lereng 5-10%, sedangkan  bukit pun bergelombang sedang dengan kemiringan lereng 10-20%, meliputi bagian selatan barat dan sedikit timur laut.
• Lokasi ini disusun umumnya disusun oleh litologi endapan volkanik muda, tua, dan tak teruraikan dengan tanah pelapukan berupa lempung lanauan berselingan dengan lempung pasiran. Ketebalan tanah penutup kurang dari 10 meter, umumnya 4 m hingga 5 meter.
• Berdasarkan hasil beberapa titik pemboran, kedalaman muka air tanah pada lokasi TPPAS Legok Nangka Kabupaten Bandung umumnya mencapai lebih dari 8 meter dari muka tanah.
• Berdasarkan hasil uji perkolasi pada kedalaman 2.80-3.00 m di empat zona alternatif di TPPAS Legok nangka, Kabupaten Bandung, menunjukkan nilai permeabilitas tanah berkisar antara 1x10-5  hingga 5x10-5 cm/detik.
• Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, menunjukkan pemanfaatan air tanah oleh penduduk setempat di wilayah Nagreg dan sekitarnya yang berdekatan dengan lokasi TPPAS Legok Nangka umumnya untuk kebutuhan domestik.
• Berdasarkan hasil penelusuran lapangan, menunjukkan bahwa aliran sungai umumnya cukup jauh, yang terdekat dari lokasi TPPAS Legok Nangka berjarak lebih dari 150 meter dan pemanfaatan sungai ini digunakan untuk keperluan pertanian (irigasi) dan cuci mandi oleh penduduk sekitar.
• Lokasi TPPAS ini berada cukup jauh dari wilayah permukiman dan berdasarkan pengamatan pada peta rupabumi dan pengecekan langsung dilapangan menunjukkan jarak antara 1500-2000 meter. Selain itu sebagian besar lokasi berupa tanah tidak produktif, berupa lahan kritis, dan sangat kering.
• Pemukiman umumnya berada di balik punggungan bukit yang disusun oleh litologi endapan vulkanik kuarter. Pada punggungan bukit tersebut banyak ditemukan pecahan-pecahan obsidian.

Timbulan, Komposisi, dan Karakteristik Sampah Wilayah Studi
Data timbulan sampah yang diperlukan didasarkan pada hasil analisis yang dilakukan oleh Athaya Dhiya Zafira, drr., (2016). Penentuan timbulan sampah yang dilakukan mereka, yaitu dengan melakukan pengukuran selama 3 hari berturut-turut di wilayah TPA yang menjadi wilayah studi (TPA Sarimukti, TPA Pasir Bajing, dan TPA Cibeureum). Metoda yang digunakan yakni metoda loud-count analysis. Kemudian dilakukan pengukuran kepadatan sebelum dan sesudah kompaksi. Hasil pengukuran kepadatan sampah dan timbulan sampah ditunjukan pada Tabel 13.3.

Beberapa parameter untuk menentukan karakteristik sampah pada di wilayah studi terdiri dari pengukuran kadar air, kadar volatil, fixed carbon, kadar abu, dan karbon organik. Berdasarkan hasil pengukuran, kadar air atau kelembaban sampah domestik di wilayah Metropolitan Bandung berkisar 60%-69% berat basah dengan rata-rata sebesar 64,2% berat basah. Perbedaan kadar air sampah tiap wilayah dipengaruhi oleh komposisi sampah, musim, dan curah hujan di wilayah tersebut. Rata-rata kadar volatil sampah hasil pengukuran ialah sebesar 85,52% berat kering.
Kemudian pengukuran kadar abu dilakukan setelah dilakukannya pengukuran kadar volatil, hasil pengukuran yang diperoleh ialah rata-rata fixed carbon dari sampel sampah seluruh TPA yakni 10,82% berat kering dan rata-rata kadar abu tersisa dari sampel sampah seluruh TPA sebesar 5,66% berat kering. Selajutnya diukur pula kandungan C-organik pada sampel sampah yang digunakan dalam perhitungan potensi gas. Nilai C-organik hasil pengukuran sebesar 12,90% berat kering.

Sampling komposisi dilakukan di TPA Sarimukti, TPA Pasir Bajing, dan TPA Cibereum selama 3 hari berturut-turut di tiap lokasi. Metoda yang digunakan yakni metoda 4 kuadran. Data hasil sampling komposisi ditunjukan pada Gambar 13.7.

Selengkapnya dapat dibaca di:
https://bit.ly/3sLGezo

Ikuti Berita Kami